Denpasar (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bali mengungkapkan ada pergeseran gejala rabies pada hewan penular rabies (HPR), salah satunya anjing.

“Virus itu sudah mengalami sedikit mutasi, sehingga (gejala) klinis pun berubah,” kata Ketua PDHI Bali I Dewa Made Anom di sela vaksinasi HPR memperingati Hari Rabies Sedunia di Denpasar, Minggu.

Ia menjelaskan apabila anjing terinfeksi virus rabies, gejala yang muncul, di antaranya keluar air liur secara terus menerus, takut air dan cahaya, lebih protektif atau kerap bersembunyi, dan ekor yang masuk ke dalam tubuhnya.

Baca juga: Pemprov Bali kejar vaksinasi anjing liar cegah rabies

Namun, lanjut dia, dari pengalaman di lapangan yang diamati sekitar 10 tahun terakhir, anjing yang secara klinis terlihat baik, namun setelah diobservasi satu hingga dua hari baru muncul gejala klinis rabies.

“Riset (pergeseran) itu belum ada yang menyatakan, dari buku teks saat kuliah sudah jauh berbeda, makanya kami lebih berhati-hati menangani anjing, karena tidak sesuai buku teks (teori) lagi,” katanya.

Mengingat Bali belum bebas dari rabies dan jumlah populasi anjing di Bali cukup banyak, ia pun membagikan pengalaman itu kepada rekan sejawatnya di seluruh Indonesia.

Ia menambahkan pergeseran gejala klinis itu bukan disebabkan vaksinasi rabies, namun diperkirakan karena perkembangan cuaca yang menyebabkan virus rabies bermutasi.

Ia menambahkan selain gejala klinis tersebut, ciri-ciri anjing yang terinfeksi virus rabies, di antaranya terjadi penurunan nafsu makan, menjadi agresif dengan menggigit semua benda di dekatnya.

Baca juga: Bali berhasil turunkan kasus kematian akibat rabies berkat sediaan VAR

Ia menyebutkan anjing yang positif rabies juga dominan akan mengejar manusia, meskipun anjing yang negatif rabies juga melakukan hal serupa, karena merasa wilayah (teritorial) mereka terancam sesuai karakter anjing umumnya.

Untuk itu, ia mengejar vaksinasi antirabies kepada HPR, baik hewan peliharaan maupun anjing liar yang dapat dilakukan masyarakat minimal satu tahun sekali vaksinasi.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, hingga saat ini cakupan vaksinasi anjing, termasuk anjing liar sudah mencapai sekitar 426 ribu ekor atau 70,53 persen dari total estimasi populasi anjing di Pulau Dewata mencapai sekitar 605 ribu.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra menambahkan Bali masih belum bebas dari rabies mengingat angka kematian pada manusia masih tinggi meski selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan.

Ia menyebutkan pada 2022, terdapat sekitar 30 ribu kasus gigitan anjing, sebanyak 300 kasus gigitan diantaranya berasal dari anjing yang positif rabies.

Baca juga: Komisi II DPRD Bali harapkan pencinta anjing ikut tangani rabies

Baca juga: Pemprov Bali pastikan vaksin rabies tersedia dalam jumlah cukup


Dari 300 kasus gigitan anjing positif rabies itu mengakibatkan 22 kasus kematian. Kemudian, angka kematian menurun pada 2023, yakni mencapai sembilan kasus dan Januari-September 2024 terdapat lima kasus kematian.

Ia menyebutkan peran penting terkait edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, baik untuk cara pemeliharaan hingga vaksinasi HPR dan penanganan saat digigit yang dialami manusia.

“Kenapa yang positif rabies itu ada yang tidak meninggal? Karena, korbannya divaksin dan kenapa ada yang meninggal? Itu karena mereka tidak divaksin,” katanya.