Hamilton (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Jumat menyampaikan "kekhawatiran mendalam" atas perkembangan situasi di Beirut, Lebanon, menyusul serangan pengeboman besar-besaran Israel baru-baru ini.

"Kami mengamati perkembangan yang terjadi di Beirut dengan penuh kekhawatiran," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan dalam konferensi pers.

Pernyataan itu disampaikan setelah tentara Israel pada Jumat malam melancarkan serangan udara besar-besaran dan belum pernah terjadi sebelumnya di daerah pinggiran selatan Beirut, dengan klaim menyerang markas besar kelompok Hizbullah di Lebanon.

Dia menyampaikan kekhawatiran mendalam PBB terhadap "eskalasi permusuhan yang meningkat drastis di garis demarkasi Blue Line dengan adanya serangan di Lebanon."

Sembari menekankan bahwa perkembangan terbaru itu membahayakan warga sipil Lebanon dan Israel, Dujarric mengatakan bahwa konflik tersebut juga mengancam keamanan dan stabilitas regional.

"Saya dapat memberi tahu Anda bahwa misi penjaga perdamaian kami di sini, yang lebih dikenal sebagai Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL), terus terlibat secara aktif dengan berbagai pihak untuk membantu menurunkan ketegangan di Blue Line dan menghindari kesalahpahaman lebih lanjut," tambahnya.

Dijarric menegaskan kembali dukungan PBB untuk upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan, memulihkan kembali stabilitas dan mencegah krisis kemanusiaan lebih lanjut di kawasan.

Dia juga kembali menyerukan deeskalasi segera, penghentian permusuhan dan mendesak implementasi penuh resolusi Dewan Keamanan PBB 1701.

Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang diadopsi pada 11 Agustus 2006, menyerukan penghentian total permusuhan antara Lebanon dan Israel dan menetapkan zona bebas dari personel bersenjata dan senjata, kecuali tentara Lebanon dan pasukan UNIFIL, antara Blue Line (perbatasan antara Lebanon dan Israel) dan Sungai Litani di Lebanon selatan.

"Meski situasinya sangat sulit, misi penjaga perdamaian, militer dan penjaga perdamaian sipil, tetap berkomitmen terhadap misi mereka dan terus beradaptasi guna melaksanakan mandat misi di tengah situasi yang sangat tidak bersahabat," tambahnya.

Baca juga: Anak Lebanon yang tewas akibat perang di 2024 berlipat ganda dari 2006

Menanggapi pertanyaan wartawan tentang "kekhawatiran besar" PBB terhadap Lebanon, Dujarric mengatakan: "Siapa pun yang melihat gambar-gambar dan asap yang mengepul dari daerah yang berpenduduk padat, paling tidak, harus merasa khawatir."

Dujarric juga mengumumkan dana 10 juta dolar AS (sekitar Rp151,2 miliar) yang dialokasikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan Joyce Msuya dari "Dana Tanggap Darurat Pusat" PBB untuk respons kemanusiaan di Lebanon."

"Ini adalah dana tambahan dari 10 juta dolar AS (sekitar Rp151,2 miliar) yang dikeluarkan awal pekan ini dari dana kemanusiaan Lebanon," katanya.

Ia juga menambahkan bahwa PBB akan terus memantau situasi kemanusiaan secara ketat dan lebih lanjut mendukung pemerintah Lebanon, yang memimpin tanggap darurat.

Israel menggempur Lebanon sejak Senin pagi, menewaskan lebih dari 700 orang dan melukai hampir 2.200 lainnya, menurut angka yang dirilis Kementerian Kesehatan Lebanon.

Kementerian tersebut juga mengatakan bahwa jumlah korban tewas di Lebanon sejak Oktober lalu adalah sebanyak 1.540 orang, selain lebih dari 77 ribu pengungsi dari bagian selatan dan timur negara itu.

Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.500 orang, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, menyusul serangan lintas batas dari Hamas pada 7 Oktober.

Masyarakat internasional telah memperingatkan Israel untuk tidak melakukan serangan ke Lebanon karena hal itu meningkatkan kekhawatiran atas meluasnya konflik di Gaza secara regional.

Sumber: Anadolu-OANA

Baca juga: 37 pusat kesehatan Lebanon setop beroperasi menyusul serangan Israel