Kemenkop terima UU Perkoperasian dibatalkan MK
28 Mei 2014 15:15 WIB
Ilustrasi - Hakim Konstitusi (kanan-kiri) Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, Hamdan Zoelva (Ketua), Muhammad Alim, Maria Farida dan Ahmad Fadlil Sumadi saat memimpin satu sidang gugatan. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram menyatakan pihaknya menerima keputusan dibatalkannya UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"MK adalah lembaga tinggi negara yang berwenang atas hal ini, kita semua menerima," kata Agus Muharram di Jakarta, Rabu.
MK pada Rabu (28/5) menyatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Oleh karena itu, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan menyatakan UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.
Namun, Agus Muharram mengingatkan gerakan koperasi atas konsekuensi logis yang timbul akibat pembatalan UU Perkoperasian tersebut.
"Koperasi harus menerima konsekuensi, pertama Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam kemungkinan akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK bukan lagi oleh Lembaga Pengawas KSP yang akan didirikan pada tahun 2014 sesuai dengan pesan Undang-Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian." katanya.
Menurut dia, OJK memiliki standar keuangan yang jelas berbeda dengan standar koperasi, bahkan menurut dia bukan tidak mungkin sistem perbankan akan diberlakukan pada koperasi.
Konsekuensi kedua, kata Agus, sudah tidak ada peluang bagi pemerintah maupun gerakan koperasi untuk membentuk lembaga penjamin simpanan, sehingga koperasi harus menjamin sendiri simpanan anggotanya.
Konsekuensi lainnya, lanjut Agus, koperasi tidak bisa mengangkat pengurus dari kalangan profesional non-anggota karena UU Nomor 25 tahun 1992 tidak memungkinkan hal itu dilakukan.
Padahal, di era pasar bebas khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang profesional di bidangnya agar bisa memenangkan persiangan.
Agus mencontohkan koperasi tidak dimungkinkan untuk merekrut negosiator profesional untuk menegosiasi bisnis internasional.
"Jadi koperasi harus siap untuk anggotanya lebih profesional dalam menghadapi era pasar bebas karena tidak lagi dimungkinkan untuk merekrut non-anggota jadi pengurus. Koperasi harus siap," ujarnya.
Meski begitu, ia mengajak gerakan koperasi untuk menerima keputusan MK atas pembatalan tersebut.(*)
"MK adalah lembaga tinggi negara yang berwenang atas hal ini, kita semua menerima," kata Agus Muharram di Jakarta, Rabu.
MK pada Rabu (28/5) menyatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Oleh karena itu, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan menyatakan UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.
Namun, Agus Muharram mengingatkan gerakan koperasi atas konsekuensi logis yang timbul akibat pembatalan UU Perkoperasian tersebut.
"Koperasi harus menerima konsekuensi, pertama Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam kemungkinan akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK bukan lagi oleh Lembaga Pengawas KSP yang akan didirikan pada tahun 2014 sesuai dengan pesan Undang-Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian." katanya.
Menurut dia, OJK memiliki standar keuangan yang jelas berbeda dengan standar koperasi, bahkan menurut dia bukan tidak mungkin sistem perbankan akan diberlakukan pada koperasi.
Konsekuensi kedua, kata Agus, sudah tidak ada peluang bagi pemerintah maupun gerakan koperasi untuk membentuk lembaga penjamin simpanan, sehingga koperasi harus menjamin sendiri simpanan anggotanya.
Konsekuensi lainnya, lanjut Agus, koperasi tidak bisa mengangkat pengurus dari kalangan profesional non-anggota karena UU Nomor 25 tahun 1992 tidak memungkinkan hal itu dilakukan.
Padahal, di era pasar bebas khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang profesional di bidangnya agar bisa memenangkan persiangan.
Agus mencontohkan koperasi tidak dimungkinkan untuk merekrut negosiator profesional untuk menegosiasi bisnis internasional.
"Jadi koperasi harus siap untuk anggotanya lebih profesional dalam menghadapi era pasar bebas karena tidak lagi dimungkinkan untuk merekrut non-anggota jadi pengurus. Koperasi harus siap," ujarnya.
Meski begitu, ia mengajak gerakan koperasi untuk menerima keputusan MK atas pembatalan tersebut.(*)
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: