Madrid (ANTARA) - Ratusan serikat pekerja dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Spanyol pada Jumat (27/9) memulai aksi mogok kerja selama 24 jam sebagai protes terhadap "genosida dan pendudukan di Palestina."

Aksi mogok juga diiringi dengan demonstrasi mahasiswa yang digelar di ibu kota Madrid dan kota-kota lain seperti Barcelona dan Bilbao sebagai bentuk solidaritas.

Serikat-serikat buruh dan LSM itu menyatakan bahwa serangan Israel di Gaza sudah “tak bisa ditoleransi”.

Mereka mendesak pemerintah untuk “segera memutuskan hubungan diplomatik, perdagangan, dan militer dengan Israel” agar Spanyol tidak terlibat dalam “pembersihan etnis” negara Yahudi itu.

Berbagai demonstrasi digelar sepanjang hari, termasuk aksi protes di pabrik-pabrik yang memproduksi peralatan militer dan di depan kantor Kementerian Luar Negeri di Madrid.

Pemimpin aksi mogok, Carmen Arnaiz dari Konfederasi Serikat Buruh Umum (CGT), mengatakan bahwa aksi tersebut digelar untuk merespons tuntutan para pekerja Palestina.

Dia menyebut aksi tersebut sebagai aksi mogok terbesar yang pernah dilakukan serikat-serikat buruh.

“Pesan yang ingin kami sampaikan kepada pemerintah Spanyol dan dunia: putuskan semua hubungan dengan Israel,” kata Arnaiz.

Dia mengutuk Israel atas “pelanggaran total terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia” dan menyebutnya sebagai "genosida".

Arnaiz juga mendorong agar ekspor senjata ke Israel dibatasi dan lebih banyak investasi di sektor kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial ketimbang senjata.

Sekretaris CGT itu juga mengkritik larangan demonstrasi pro-Palestina di AS dan beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, Prancis, Inggris, dan Italia, yang disebutnya sebagai “fasisme.”

Menurut dia, larangan itu “memalukan” karena di Jerman, seorang anak kecil dihadang hanya karena membawa bendera Palestina.

“Sangat tidak masuk akal jika Jerman mengejar anak berusia 10 tahun hanya karena dia membawa bendera Palestina, dan merampasnya dengan kekerasan.”

“Melarang hak berdemonstrasi dan kebebasan berekspresi menjadi dilema besar, terutama bagi Eropa yang mendapuk diri sebagai pemimpin dunia dalam hal ini,” kata dia.

“Saya berharap masyarakat sipil Eropa, yang menurut saya tidak sepakat dengan larangan dan kekerasan semacam itu, bereaksi,” tegas Arnaiz.

“Sungguh mengerikan melarang demonstrasi yang menentang genosida,” katanya, menambahkan.

Israel terus melancarkan serangan brutal di Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan lintas batas yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Oktober tahun lalu.

Lebih dari 41.500 penduduk Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 96.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Greta Thunberg kecam genosida di Palestina saat protes di Stockholm
Baca juga: Ribuan orang unjuk rasa di Roma, protes genosida di Palestina