Rute rempah perlu dikaji dari sudut pandang ilmu pengetahuan alam
Arsip - KRI Dewaruci berlayar menuju Sabang membawa Laskar Rempah Batch II MBJR 2024 dari Pelabuhan Dumai, Riau, Rabu (19/6/2024). Sebelumnya KRI Dewaruci membawa Laskar Rempah rombongan Batch I Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024 yang telah menempuh pelayaran sejak (7/6) lalu dari Jakarta, Belitung Timur, Dumai dan Siak, berikutnya rombongan Batch II dari Dumai berlayar dengan rute Sabang, Malaka dan akan berakhir di Tanjung Uban pada (7/7) mendatang dengan misi memperkenalkan kepada generasi muda tentang sejarah peradaban rempah yang melahirkan keragaman budaya bangsa Indonesia. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/aww
“Menyoroti peran penting dalam ekologi, keanekaragaman hayati rempah-rempah mencerminkan interaksi antara manusia dan lingkungan alamnya,” kata Wawan melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Dia mengungkapkan, meskipun sejarah penggunaan rempah-rempah sudah ada sejak lama dan tersebar luas di berbagai peradaban, namun harus ada bukti kuat dan meyakinkan untuk menunjukkan bahwa rempah-rempah tidak sekadar diperdagangkan sebagai komoditas.
Wawan menerangkan pendekatan ilmu pengetahuan alam dalam mengkaji rute rempah bisa menggunakan disiplin ilmu etnobotani dan fitogeografi.
Etnobotani memberikan pemahaman tentang peran rempah-rempah dalam kehidupan sehari-hari, upacara tradisional, dan pengobatan tradisional. Sehingga, menurut dia, ilmu ini menciptakan dasar yang kuat untuk menganalisis pengaruh budaya.
Sedangkan mengenai fitogeografi rempah-rempah Indonesia, Wawan mengungkapkan distribusi alami dan budaya rempah-rempah tidak hanya berkontribusi terhadap lingkungan, namun juga perdagangan global, pertukaran budaya, dan peradaban.
“Dengan menganalisis distribusi geografis dan ekologis rempah-rempah, kami mencoba melacak pengaruh historis dan kontemporernya yang signifikan secara global,” imbuhnya.
Wawan juga mengungkapkan analisis fitogeografi melalui kode batang DNA dari spesimen yang dikumpulkan. Dengan ini, dapat diidentifikasi hubungan genetik dan memeriksa kontribusinya terhadap keanekaragaman hayati.
Kombinasi etnobotani dan fitogeografi ini, paparnya, menciptakan pendekatan yang komprehensif, serta memberikan wawasan mendalam tentang distribusi tanaman dan peran budaya rempah-rempah dalam masyarakat lokal.
Menurut dia, yang menjadi tantangan jalur rempah sebagai warisan budaya dunia UNESCO adalah akan hilang dan rusaknya bukti fisik, baik karena relokasi, berjalannya waktu, atau bencana alam.
Oleh karena itu, kombinasi tersebut membuka jendela menuju pemahaman mendalam tentang hubungan antara manusia dan alam, juga membentuk landasan yang kokoh untuk menyiapkan berkas warisan dunia.
Baca juga: Antropolog ungkap peran perempuan dalam ekosistem rempah-rempah
Baca juga: Penguatan rempah sebagai jati diri bangsa untuk pengakuan global
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024