Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mendorong aparat penegak hukum untuk memahami kewenangan lembaganya dalam memberikan pandangan HAM di persidangan.

Pandangan HAM tersebut, baik secara tertulis maupun langsung, diberikan oleh Komnas HAM sebagai bentuk pelindungan terhadap pembela HAM, khususnya bagi aktivis yang dikriminalisasi atau dihadapkan dengan kasus hukum.

"Sayangnya belum banyak diketahui atau dipahami oleh aparat penegak hukum, terutama aparat di pengadilan sehingga tidak semua usulan Komnas HAM untuk pemberian pandangan hak asasi diterima atau bahkan dihadirkan di dalam pengadilan secara langsung," ucap Atnike dalam diskusi publik di kawasan Gondangdia, Jakarta, Jumat.

Dikemukakan oleh Atnike bahwa pandangan HAM yang diberikan Komnas pernah hasilkan putusan bebas bagi pembela HAM yang didakwa. Akan tetapi, ada juga yang tetap dijatuhi hukuman.

Untuk pandangan HAM itu, lanjut dia, bisa menghasilkan putusan yang membebaskan, tentu Komnas HAM mengapresiasi.

Akan tetapi, tantangan utamanya adalah bagaimana aparat penegak hukum memahami kewenangan Komnas HAM untuk memberikan pandangan HAM itu sehingga konsep mengenai pembela HAM makin dipahami oleh aparat penegak hukum.

Baca juga: Komnas HAM: Direktorat PPA dan PPO Polri sangat dibutuhkan
Baca juga: Komnas: Wujudkan kampanye damai, informatif, dan ramah HAM


Di sisi lain, dalam membela pembela HAM, Komnas HAM sudah membentuk prosedur operasional standar (SOP) pelindungan bagi pembela HAM, salah satunya adalah melakukan asesmen terhadap pembela HAM untuk diberikan surat keterangan.

"Komnas HAM melakukan asesmen apakah seseorang atau sekelompok orang merupakan pembela HAM, dan ketika orang tersebut menghadapi ancaman, khususnya ancaman hukum, Komnas HAM bisa mengeluarkan surat keterangan pembela HAM," kata dia.

Atnike menyebut surat keterangan pembela HAM itu pernah dikeluarkan oleh Komnas untuk aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, pendiri Lokataru Haris Azhar, dan Koordinator KontraS 2020–2023 Fatia Maulidiyanti.

Diketahui bahwa ketiga nama tersebut merupakan pembela HAM yang dibawa ke meja hukum karena perjuangan mereka menyuarakan hak asasi. Ketiganya didakwa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang akhirnya divonis bebas oleh pengadilan.

Atnike menyampaikan pernyataannya itu saat Diskusi Publik Peluncuran dan Diseminasi Hasil Penelitian Catatan Kelabu Pelindungan terhadap Pembela HAM 2014–2023. Dalam laporan tersebut, Kemitraan menemukan bahwa serangan maupun ancaman terhadap pembela HAM terus terjadi dalam kurun waktu 9 tahun terakhir.

Kemitraan mencatat lima jenis serangan tertinggi terhadap pembela HAM adalah penganiayaan (243 peristiwa), serangan hukum atau judicial harassment (197 peristiwa), pengusiran atau pembubaran (149 peristiwa), teror dan ancaman (146 peristiwa), dan serangan atau ancaman dengan sarana elektronik (140 peristiwa).