Dirjen HAM usul bentuk PP agar optimal lindungi pembela HAM
27 September 2024 16:09 WIB
Diskusi Publik Peluncuran dan Diseminasi Hasil Penelitian "Catatan Kelabu Pelindungan terhadap Pembela HAM 2014–2023" di kawasan Gondangdia, Jakarta, Jumat (27/9/2024). (ANTARA/Fath Putra Mulya)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Dhahana Putra mengusulkan pembentukan peraturan pemerintah (PP), sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM), untuk mengoptimalkan upaya melindungi pembela HAM di Indonesia.
“Mungkin, seandainya belum siap dengan perubahan UU HAM, maka bisa juga diusulkan tentang PP terkait perlindungan bagi pembela HAM karena sifatnya aplikatif,” kata Dhahana dalam diskusi publik di kawasan Gondangdia, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Pasal 100 hingga Pasal 103 UU HAM sudah mengatur ketentuan bahwa setiap orang, kelompok, organisasi, maupun lembaga untuk terlibat dalam perlindungan dan pemajuan HAM. Namun, aturan tersebut masih bersifat normatif.
“Tentunya ini dibutuhkan suatu regulasi aplikatif,” ujar Dirjen HAM.
Ia mengatakan, meski Pasal 100 hingga Pasal 103 UU HAM tidak memuat pendelegasian pembentukan PP, peraturan turunan itu masih bisa diterbitkan.
“Amanat konstitusi seperti itu. Untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya, maka dibentuk PP, walaupun tidak ada pendelegasian,” ucapnya.
Namun demikian, menurut Dhahana, pembentuk undang-undang tetap bisa linear dengan upaya revisi UU HAM. Dirjen HAM menilai, UU HAM saat ini sudah terlalu lama, sehingga perlu ada perubahan yang menyesuaikan dengan kondisi terkini.
“Kami pun juga sudah ada naskah akademiknya. Bahkan dari prolegnas, insyaallah mungkin periode ke depan kita akan optimalkan terhadap perubahan UU Nomor 39 Tahun 1999 ini,” imbuh dia.
Dhahana menyampaikan hal itu merespons salah satu rekomendasi laporan Kemitraan.
Dalam laporan bertajuk Catatan Kelabu Pelindungan terhadap Pembela HAM 2014–2023 itu, Kemitraan menemukan bahwa serangan maupun ancaman terhadap pembela HAM terus terjadi dengan pola dan bentuk serangan yang semakin beragam.
Kemitraan menyebut terdapat perubahan jenis serangan terhadap pembela HAM, yakni dari serangan penganiayaan bergeser menjadi serangan hukum atau judicial harassment.
Oleh sebab itu, salah satu rekomendasi dari Kemitraan kepada negara ialah memperkuat peraturan perundang-undangan tentang pelindungan pembela HAM.
Di samping itu, Kemitraan juga merekomendasikan agar pihak terkait melaksanakan tanggung jawab untuk mengakui, menjamin, dan melindungi pembela HAM, termasuk penghentian penggunaan kekerasan dan kriminalisasi kepada pembela HAM.
“Mungkin, seandainya belum siap dengan perubahan UU HAM, maka bisa juga diusulkan tentang PP terkait perlindungan bagi pembela HAM karena sifatnya aplikatif,” kata Dhahana dalam diskusi publik di kawasan Gondangdia, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, Pasal 100 hingga Pasal 103 UU HAM sudah mengatur ketentuan bahwa setiap orang, kelompok, organisasi, maupun lembaga untuk terlibat dalam perlindungan dan pemajuan HAM. Namun, aturan tersebut masih bersifat normatif.
“Tentunya ini dibutuhkan suatu regulasi aplikatif,” ujar Dirjen HAM.
Ia mengatakan, meski Pasal 100 hingga Pasal 103 UU HAM tidak memuat pendelegasian pembentukan PP, peraturan turunan itu masih bisa diterbitkan.
“Amanat konstitusi seperti itu. Untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya, maka dibentuk PP, walaupun tidak ada pendelegasian,” ucapnya.
Namun demikian, menurut Dhahana, pembentuk undang-undang tetap bisa linear dengan upaya revisi UU HAM. Dirjen HAM menilai, UU HAM saat ini sudah terlalu lama, sehingga perlu ada perubahan yang menyesuaikan dengan kondisi terkini.
“Kami pun juga sudah ada naskah akademiknya. Bahkan dari prolegnas, insyaallah mungkin periode ke depan kita akan optimalkan terhadap perubahan UU Nomor 39 Tahun 1999 ini,” imbuh dia.
Dhahana menyampaikan hal itu merespons salah satu rekomendasi laporan Kemitraan.
Dalam laporan bertajuk Catatan Kelabu Pelindungan terhadap Pembela HAM 2014–2023 itu, Kemitraan menemukan bahwa serangan maupun ancaman terhadap pembela HAM terus terjadi dengan pola dan bentuk serangan yang semakin beragam.
Kemitraan menyebut terdapat perubahan jenis serangan terhadap pembela HAM, yakni dari serangan penganiayaan bergeser menjadi serangan hukum atau judicial harassment.
Oleh sebab itu, salah satu rekomendasi dari Kemitraan kepada negara ialah memperkuat peraturan perundang-undangan tentang pelindungan pembela HAM.
Di samping itu, Kemitraan juga merekomendasikan agar pihak terkait melaksanakan tanggung jawab untuk mengakui, menjamin, dan melindungi pembela HAM, termasuk penghentian penggunaan kekerasan dan kriminalisasi kepada pembela HAM.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024
Tags: