PBB (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Rabu (25/9) mendesak "aksi drastis" untuk mengatasi ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan laut.

"Hanya dengan aksi drastis untuk mengurangi emisi, kita dapat membatasi laju kenaikan permukaan air laut. Dan hanya dengan aksi drastis untuk beradaptasi, kita dapat membuat masyarakat aman dari kenaikan permukaan air laut," kata Guterres dalam pidatonya di rapat pleno Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly/UNGA) tentang penanggulangan ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan laut.

"Per 2027, semua orang harus terlindungi oleh sistem peringatan, sesuai dengan Inisiatif Peringatan Dini Untuk Semua (Early Warnings for All initiative). Dan semua negara harus menyampaikan rencana aksi iklim nasionalnya yang baru, atau Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution), jauh sebelum COP30 tahun depan," ujar Guterres.

"Dunia kita saat ini dikelilingi perairan yang berbahaya," kata Guterres. "Kalangan ilmuwan memberi tahu kami bahwa permukaan laut global saat ini naik lebih cepat dibandingkan periode kapan pun dalam 3.000 tahun terakhir, dan makin cepat. Laju kenaikannya meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1990-an."


Kenaikan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas level praindustri dapat membawa dunia melewati titik kritis berbahaya, yang berpotensi mengakibatkan runtuhnya lapisan es di Greenland dan Antarktika Barat dalam jangka panjang yang tidak dapat dipulihkan lagi, kata Guterres.

"Dalam skenario terburuk, orang-orang yang hidup saat ini bahkan dapat menyaksikan permukaan air laut naik beberapa meter."

"Para ilmuwan mengatakan bahwa penyebabnya sudah jelas, yakni gas rumah kaca, yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, menaikkan suhu planet kita, menaikkan level air laut, dan melelehkan es. Namun, mereka tidak dapat memberi tahu bagaimana ini akan berakhir. Hal itu bergantung kepada para pemimpin dunia saat ini. Pilihan para pemimpin dunia akan menentukan skala, laju, dan dampak dari kenaikan permukaan air laut di masa depan," papar Guterres

"Kita telah membuat kemajuan nyata dalam KTT Masa Depan (Summit of the Future). Kita harus terus melanjutkannya hingga ke KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for Social Development) dan konferensi Pendanaan untuk Pembangunan (Financing for Development) pada tahun depan," kata Guterres.

"Di samping itu, kita juga harus mengatasi kesenjangan dalam kerangka hukum internasional mengenai kenaikan permukaan laut, guna memastikan akses yang berkelanjutan terhadap sumber daya, sambil melindungi batas-batas maritim yang ada, melindungi masyarakat yang terdampak, dan dalam skenario ekstrem, mengatasi implikasi yang berkaitan dengan kenegaraan."

"Kita tidak dapat membiarkan harapan dan aspirasi miliaran orang tenggelam ditelan lautan. Kita tidak bisa membiarkan kehancuran besar-besaran terhadap negara-negara dan masyarakat. Inilah saatnya untuk membalikkan keadaan. Dan menyelamatkan diri kita dari kenaikan permukaan air laut," lanjut Guterres.

Menurut sebuah studi yang dikutip oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim di PBB, lima negara, yakni Maladewa, Tuvalu, Kepulauan Marshall, Nauru, dan Kiribati, kemungkinan tidak dapat dihuni lagi pada 2100, yang akan menciptakan 600.000 pengungsi iklim tanpa kewarganegaraan.