Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha asal Banten, Tubagus Chaeri Wardhana Chasan alias Wawan, dituntut hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, terkait pengurusan sengketa pilkada Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten.

"Menuntut supaya majelis hakim memutuskan untuk menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dengan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum, Trimulyono Hendradi, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Hal-hal yang memberatkan Wawan menurut jaksa adalah perbuatan Wawan tersebut mencederai lembaga MK, menodai demokrasi dan hak-hak rakyat serta dapat menyebabkan terpilihnya kepala daerah yang korup.

Tuntutan pidana itu berasal dari dua dakwaan pasal yaitu dakwaan pertama terkait suapkepada Akil sebesar Rp3 miliar dalam sengketa pilkada Lebak dari pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 ahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara.

Sedangkan dakwaan kedua adalah pemberian gratifikasi sebesar Rp7,5 miliar dalam pengurusan sengketa pilkada Banten dari 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP tentang orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.

Dalam pengurusan sengketa pilkada Banten yang dimenangkan oleh kakak Wawan, Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno, jaksa menilai bahwa Wawan terbukti memberikan uang Rp7,5 miliar kepada Akil melalui rekening perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita Akil yang bernama CV Ratu Samagat.

"Meskipun dalam sidang terdakwa mengatakan uang Rp7,5 miliar diberikan karena mengikuti saran Akil Mochtar untuk berinvestasi di kebun kelapa sawit dan tambang batubara di Kalimantan, hal itu tidak masuk akal karena berlawanan dengan kesaksian Akil Mochtar yang menyatakan tidak pernah ikut serta dalam bisnis investasi CV Ratu Samagat," ungkap jaksa.

Menurut jaksa, dalam sidang Wawan pun mengaku tidak mengetahui hasil perkembangan investasinya di perusahaan tersebut.

"Hubungan usaha dengan CV Ratu Samagat juga terbantahkan dengan berita acara pemeriksaan Ratu Rita Akil yang dibacakan di persidangan yang menyatakan bahwa aktivitas perusahan tersebut hanya berlangsung pada 2010 hingga awal 2011 karena rumah Ratu Rita yang juga menjadi kantor CV Ratu Samagat direnovasi padahl terdakwa mengirimkan uang dari Oktober--November 2011," tambah jaksa.

Artinya, jaksa menilai bahwa Wawan selaku ketua jaringan relawan Banten memang berupaya untuk tetap menjadikan pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno sebagai pasangan terpilih gubernur dan wakil gubernur.

"Terdakwa khawatir terhadap pasangan Ratu Atut dan Rano Karno sehingga mengirimkan uang secara bertahap ke CV Ratu Samagat hingga seluruhnya Rp7,5 miliar agar mengamankan pasangan tersebut karena ada tiga pasangan calon lain yang mengajukan keberatan ke MK," jelas jaksa.

Selain itu, Wawan juga dinilai terbukti memberikan uang Rp3 miliar dalam sengketa pilkada Lebak kepada Akil. Uang Rp3 miliar itu diberikan melalui advokat Susi Tur Andayani agar Akil Mochtar bersedia membantu memenangkan Amir Hamzah dan Kasmin dalam perkara terkait pilkada Lebak.

Atas tuntutan tersebut ketua majelis hakim Matheus Samiadji menyediakan waktu 2 minggu bagi Wawan dan tim kuasa hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan (Pledoi) yaitu pada 9 Juni 2014.
(D017)