Samarinda (ANTARA News) - Mendarat di Balikpapan dari Bandung, Jumat lalu, saya kaget: semua capres dan cawapres ada di sana untuk menghadiri Sidang Tanwir Muhammadiyah di Samarinda.

Saya sendiri punya empat pekerjaan hari itu: meninjau terminal Bandara Sepinggan yang baru jadi, merencanakan pembangunan jembatan di atas laut terpanjang di Indonesia, rapat pembangunan transmisi tanpa utang luar negeri, dan membantu pembangunan bandara baru di Samarinda.

Setelah meninjau bandara baru Sepinggan, Balikpapan, saya berkesimpulan: sudah siap diresmikan kapan saja Presiden SBY menghendaki.

Terminal bandara ini sangat membanggakan. Besarnya dua kali lipat dari bandara baru Surabaya. Inilah bandara dengan status bintang lima di Indonesia, satu tingkat lebih tinggi dari bandara Kualanamu Medan yang sudah banyak dipuji itu.

Dari Balikpapan saya menghubungi Dirut PT Angkasa Pura 1, Tommy Soetomo yang baru menjalani transplantasi ginjal di RSCM Jakarta dengan sukses itu. Saya memberikan pujian yang tinggi padanya.

Hampir tidak ada koreksi sama sekali dari saya. Kecuali hal-hal yang amat kecil. Saya terus memuji direksi Angkasa Pura 1 dan seluruh timnya. Saya juga memuji kontraktornya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Kian banyak pengalaman kontraktor BUMN dalam membangun bandara. Ini akan menjadi modal penting dalam peningkatan daya saing kita di bidang ini di dunia internasional.

Dulu penumpang dari Jakarta akan merasa kaget ketika mendarat di Balikpapan: betapa ketinggalannya Bandara Sepinggan. Kini, penumpang dari Balikpapan yang mendarat di Jakarta justru yang kaget: betapa ketinggalannya Jakarta.

Tentu ini hanya sementara. PT Angkasa Pura 2 (Persero) juga lagi membangun terminal 3 yang modern dan amat besar. Untuk menggambarkan besarnya terminal 3 Bandara Soekarno Hatta itu cukup saya sebutkan ini: jumlahkan luas terminal 1, terminal 2, dan terminal 3 eksisting, masih akan kalah luas dengan satu terminal 3 yang baru nanti.

Fokus berikutnya memang masih banyak: bandara Pontianak, Yogya, Bandung, Banjarmasin, dan Semarang. Keempat bandara itu memang sudah tidak layak lagi.

Yang persiapannya juga sedang dikebut adalah pembangunan jembatan di atas laut terpanjang di Indonesia: di atas Teluk Balikpapan. Jembatan ini panjangnya lebih dari 12 km, akan lebih panjang dari jalan tol di atas laut di Bali.

Tingkat kesulitannya juga lebih tinggi: melintasi laut yang lebih dalam. Harus ada bentang bebas pilar sampai 400 meter. Juga harus ada dua bentang lagi yang panjangnya masing-masing melebihi 200 meter. Jembatan ini akan menghubungkan kota Balikpapan dengan kota Panajam, dan sekaligus menghubungkan Kaltim dan Kalsel.

Persiapan perencanaan proyek ini baru dilakukan tiga bulan lalu oleh PT Waskita Karya. Tentu bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Panajam Paser Utara, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pememerintah Provinsi Kaltim.

Berbagai urusan bisa dilakukan dengan cepat. Minggu lalu Menteri Pekerjaan Umum sudah mengeluarkan persetujuan untuk Waskita Karya sebagai inisiator proyek ini. Kami merencanakan, kalau bisa, Oktober nanti sudah dimulai pembangunan fisiknya.

Tentu, saat itu nanti, saya sudah tidak menjabat menteri lagi. Tapi Gubernur Kaltim, Awang Faroek, akan bisa melakukannya. Jangan sampai molor.

Tidak perlu urusan-urusan politik pergantian pemerintahan mengganggu program sepenting itu. Apalagi kami merencanakan jembatan di atas laut ini bisa selesai dalam waktu hanya 30 bulan.

Memang masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan sejak hari ini sampai Oktober nanti: paparan ke DPRD Balikpapan dan Panajam, dan penetapan RTRW serta amdal. Tapi Gubernur Kaltim sangat antusias dengan proyek ini. Beliau menjamin dua hal itu selesai sebelum Oktober. Itu yang beliau sampaikan pada saya Jumat lalu.

Saya jadi teringat jalan tol di atas laut di Bali. Tidak mungkin jalan tol itu bisa diselesaikan secepat itu kalau Gubernur Bali Mangku Pastika tidak antusias.

Keberhasilan membangun jalan tol di atas laut di Bali itulah yang memberikan rasa percaya diri yang luar biasa bagi bangsa ini. Terutama bagi BUMN bidang konstruksi. Membangun daya saing bangsa harus dilakukan dengan cara-cara seperti ini. Di semua bidang. Tidak bisa dilakukan hanya dengan pidato-pidato atau seminar-seminar.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk sendiri, di bawah Dirut M Choliq, menjadi contoh restrukturisasi perusahaan yang fenomenal. Tiga tahun lalu Waskita masih berstatus perusahaan sakit. Masih opname di bawah pengawasan PPA.

Inilah penyembuhan perusahaan yang sangat cepat. Tidak sempat ribut-ribut, karena tidak ada surat-surat yang bocor di tahap awalnya! (*)