Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum lima ibu yang anaknya diduga diculik oleh mantan suami, Sisca Lisa Siagian, meminta aparat penegak hukum untuk menerapkan penegasan Mahkamah Konstitusi bahwa orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa dapat dipidana.

"Jangan ada keraguan lagi oleh penegak hukum," kata Sisca menjawab pertanyaan ANTARA saat ditemui usai sidang pengucapan putusan permohonan uji materi yang ia ajukan di Gedung I MK, Jakarta, Kamis.

Sisca, sejak bulan Oktober 2023, mendampingi kliennya memperjuangkan hak konstitusional di MK.

Pada Perkara Nomor 140/PUU-XXI/2023 ini, lima orang ibu, yakni Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani mempersoalkan frasa "barang siapa" dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.

Dalam amar putusannya, MK memang menolak permohonan para pemohon. Akan tetapi, dalam pertimbangan putusan, MK menegaskan bahwa orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana sebab tindakan tersebut termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.

"Mungkin kalau kita hanya sekilas mendengar amarnya, memang seperti tidak enak, ya, tetapi kami melihat tadi, kami mengamati, mencermati, pertimbangan-pertimbangan majelis hakim itu memang sudah baik," ucap Sisca.

Baca juga: MK tegaskan orang tua kandung yang ambil paksa anak bisa dipidana

Menurut dia, penegasan MK tersebut semakin memperjelas bahwa frasa "barang siapa" pada Pasal 330 ayat (1) KUHP bermakna "setiap orang". Dengan demikian, setiap orang yang mengambil paksa anak, termasuk ayah atau ibu kandung, dapat dipidana.

"Tinggal implementasi ini betul-betul dijalankan dengan sungguh-sungguh. Sebagai penegak hukum, ya, jalankan hukumnya. Tegakkan hukum itu," imbuh Sisca.

Ia berharap aparat penegak hukum (APH) dapat menerapkan penegasan MK tersebut dengan sungguh-sungguh supaya kepentingan terbaik bagi anak sebagai pihak yang paling rentan akibat adanya perceraian dapat diakomodasi.

"Jadi, seorang APH memang harusnya berpikir seperti itu, menerapkannya dengan dasar yang kuat bahwa kepentingan anak adalah segala-galanya," kata dia.

Pada perkara ini, para pemohon mendalilkan bahwa frasa "barang siapa" pada Pasal 330 ayat (1) KUHP berpotensi ditafsirkan bahwa ayah atau ibu kandung dari anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tuduhan menculik anak kandung sendiri.

Kelima pemohon merupakan ibu yang bercerai dan memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan. Namun, mereka tidak lagi dapat bertemu dengan buah hatinya karena sang ayah diduga membawa kabur anak.

Ketika para pemohon melaporkan perbuatan mantan suami ke kepolisian dengan menggunakan Pasal 330 ayat (1) KUHP, laporan mereka tidak diterima ataupun tidak menunjukkan perkembangan dengan alasan yang membawa kabur anak adalah ayah kandungnya sendiri.