Hamilton, Kanad (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada Rabu (25/9) menyerukan kepemimpinan yang lebih kuat untuk mengatasi konflik global, dengan menekankan bahwa "perdamaian harus ditunjukkan melalui tindakan."

"Topik ini berakar pada sebuah kebenaran dasar: Perdamaian tidak pernah otomatis. Perdamaian menuntut tindakan. Dan perdamaian perlu kepemimpinan," kata Guterres pada Dewan Keamanan PBB soal pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.

Ia mencatat adanya pembagian geopolitik yang semakin dalam sehingga menghalangi pencapaian solusi untuk konflik-konflik paling sulit di dunia.

"Kita melihat adanya pemisahan dan ketidakpercayaan yang semakin mendalam. Makin banyak yang tidak dihukum ... pelanggaran berulang terhadap hukum internasional dan Piagam PBB," ujarnya, sambil mendesak negara-negara untuk memenuhi komitmen mereka.

Dengan merujuk pada krisis di Gaza, Ukraina, dan Sudan, Guterres menekankan bahwa warga sipil jadalah pihak yang paling parah menjadi korban, dan bahwa "legitimasi serta efektivitas PBB, dan Dewan ini, sedang terancam."

Ia mendesak para anggota Dewan Keamanan memperkuat kesatuan, karena "Dewan yang bersatu dapat membuat perbedaan besar untuk perdamaian. Dewan yang terpecah tidak dapat (melakukan itu)."

"Kepemimpinan untuk perdamaian berarti memastikan bahwa Dewan Keamanan PBB bertindak dengan cara yang bermakna untuk meredakan ketegangan global," katanya, seraya menyoroti perlunya kolaborasi di antara anggota Dewan untuk menemukan titik kesamaan.

Sambil menekankan kompleksitas konflik saat ini, Guterres menyatakan "perdamaian bisa tampak sebagai mimpi yang tidak mungkin. Namun, saya sangat percaya bahwa perdamaian adalah hal yang mungkin jika kita berpegang teguh pada sejumlah prinsip."

Ia menegaskan bahwa perdamaian di Ukraina, Gaza, dan Sudan dapat dicapai melalui kepatuhan pada hukum internasional serta komitmen untuk menghentikan tembakan dan negosiasi.

"Perdamaian di Gaza adalah hal yang memungkinkan terwujud," tegasnya, seraya menuntut "pembebasan segera semua sandera" dan agar pihak-pihak terkait untuk mengupayakan jalur menuju solusi dua negara.

Guterres juga meminta semua negara anggota untuk memenuhi tanggung jawab mereka. "Berikan kontribusi untuk keberhasilan Dewan ini — bukan justru menggembosi."

Mirjana Spoljaric Egger, kepala Komite Internasional Palang Merah (ICRC), menekankan bahwa "dehumanisasi" adalah akar penyebab semua kekejaman dalam "perang, peristiwa mengerikan sepanjang sejarah."

Egger mengatakan ICRC menyaksikan betapa "pihak-pihak yang berperang semakin berani mengabaikan kewajiban hukum mereka."

Ia juga menyebutkan bahwa ada penggunaan "interpretasi yang terlalu permisif terhadap hukum kemanusiaan internasional untuk membenarkan pelanggaran, perusakan, dan hambatan terhadap tindakan kemanusiaan."

"Dukungan retoris Dewan terhadap hukum kemanusiaan internasional diwujudkan dalam tindakan," katanya, sambil mendesak negara-negara anggota untuk "mengangkat telepon dan meminta kepatuhan ketika sekutu Anda melanggar aturan perang, tanpa batas."

Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyoroti konflik dan tantangan yang meluas di seluruh dunia, dan berjanji bahwa AS akan "mencegah perang yang lebih luas yang melanda seluruh wilayah" Timur Tengah.

"Perang skala penuh tidak ada kepentingan bagi siapa pun," katanya, sambil mendesak pihak-pihak terkait untuk mencari solusi diplomatik guna mengakhiri penderitaan di Gaza.

Thomas-Greenfield mengulangi seruan soal reformasi PBB. "Kita harus membangun PBB yang lebih kuat, lebih efektif, dan lebih inklusif," serta sistem PBB, termasuk Dewan Keamanan, katanya.


Sumber: Anadolu

Baca juga: Presiden Brazil kecam ketidakmampuan DK PBB selesaikan konflik

Baca juga: Arab kecam ketidakmampuan DK PBB keluarkan resolusi untuk Palestina





Sekjen PBB kecam serangan udara Israel di Gaza