Padang (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menilai Undang-Undang Nomor: 34 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 5 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Haji perlu segera direvisi.

"Tujuannya agar mampu menjawab tantangan global khususnya dalam investasi dana haji yang lebih produktif dan sesuai syariah," kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkumham RI Razilu di Padang, Kamis.

Hal tersebut disampaikan pada seminar nasional bertajuk "Investasi Keuangan Haji oleh BPKH: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Jemaah Haji dalam Bingkai Keputusan Ijtima Ulama" yang diselenggarakan di Universitas Andalas Padang Sumatera Barat.

Razilu menjelaskan, investasi dana haji yang dimaksud yakni lebih kepada hal-hal produktif dan sesuai syariah seperti menambahkan aspek investasi langsung luar negeri, mekanisme pembagian nilai manfaat, dan pengawasan yang lebih transparan.

Menurut dia, investasi dana haji saat ini masih terfokus pada instrumen yang aman, namun memberikan imbal hasil yang relatif rendah. Oleh karena itu, perlu mencari instrumen yang lebih inovatif yang sesuai dengan prinsip syariah serta memberi nilai manfaat yang tinggi bagi jamaah haji.

Razilu menegaskan, dana haji merupakan dana umat sehingga pengelolaannya harus dilakukan dengan cara-cara yang akuntabel dan transparan. Pengelolaan yang tidak tepat akan berakibat pada penurunan kepercayaan publik dan merusak citra lembaga.

Dalam paparannya, Razilu mengatakan, terdapat tiga perubahan paradigma kebijakan haji dan umrah. Pertama, peningkatan kapasitas haji dan umrah menjadi lebih dari 30 juta individu pada tahun 2030.

Paradigma kedua terkait modernisasi infrastruktur dan layanan haji yang berbasis teknologi. Perubahan pradigma terakhir ialah diversifikasi sumber pendapatan melalui biaya dan perubahan sistem layanan haji dan umrah.