Jakarta (ANTARA News) - Ujian terberat bagi pengusaha kuliner bakso kali ini bukan pada tingginya harga daging, namun karena isu negatif beredarnya bakso dari daging celeng, yang jelas dapat mengundang kebangkrutan rekan seprofesi yang bergerak di usaha kecil menengah (UKM) kuliner bakso

Praktek perdagangan bakso celeng ini, di sisi lain, merupakan penghianatan terbesar terhadap umat Muslim yang merupakan mayoritas di Indonesia dan menjunjung tinggi norma halalan thoyiban.

Direktur PT Raos Aneka Pangan, H. Bimada, beberapa waktu lalu menuturkan keresahan yang mendalam terhadap isu bakso celeng, yang bukan sekali dua kali ini berhembus di Tanah Air. Menurut pemilik usaha waralaba Bakmi Raos itu, bakso celeng adalah pengundang kebangkrutan utama bagi bisnis perbaksoan di samping isu lain seperti bakso berformalin.

"Masyarakat kita sangat rentan pada isu negatif, jadi mereka akan berhenti membeli bakso kalau ada kejadian seperti ini. Padahal itu hanya terjadi pada oknum, tapi akibatnya seperti noda setitik yang merusak susu sebelanga," katanya.

Pemulihan terhadap kepercayaan masyarakat, kata Bimada, memerlukan waktu yang lama.

Keprihatinan Bimada bukan semata ketakutan pengusaha besar atas kelangsungan usahanya.

Pedagang bakso keliling di lingkungan Perumahan Pondok Hijau Permai Bekasi Timur Suharso (34) kepada wartawan mengaku penghasilan hariannya menurun drastis setelah isu bakso celeng sejak sebulan lalu. Pedagang yang akrab biasanya dipanggil Pak Kumis itu mengaku penjualan baksonya menurun hingga Rp200 ribu rupiah perhari dalam sebulan terakhir setelah adanya isu bakso celeng.

"Kira-kira sudah sebulan ini lesu, yang beli hanya pelanggan setia saja yang sudah percaya bakso saya jaminan daging sapi asli," katanya.

Padahal sebelum ada isu bakso celeng, usahanya bisa menghabiskan 4 kg daging sapi dengan omzet Rp600 ribu perhari.

Kepasrahan adalah pilihan terakhir namun seperti UKM bakso lain yang jujur, Pak Kumis dan Bimada jelas akan istiqomah tetap di jalannya serta tidak akan mengkhianati kepercayaan umat.

"Rezeki itu sudah diatur," kata Pak Kumis.



Sering Terjadi

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyesalkan adanya pedagang bakso yang mengganti bahan bakunya dengan daging celeng. Apalagi menurut dia kejadian serupa telah sering kali terjadi di Ibu Kota.

Oleh karena itu ia meminta peran aktif masyarakat untuk mengawasi dan mengimbau untuk tidak segan-segan melaporkan kepada petugas bila mencurigai adanya praktik-praktik penjualan bakso yang mencurigakan dan di luar kewajaran di lingkungan tempat tinggal mereka.

"Kita mesti tegas saja. Kalau ada yang dicurigai, lapor. Kalau terbukti akan kita tangkap. Pengaduan masyarakat dibutuhkan karena permainan oknum-oknum dan pedagang sudah terlalu banyak," kata Basuki kepada wartawan belum lama ini.

Ia maklum ketika masyarakat kesulitan membedakan bakso sapi dengan celeng karena harus diakui cukup sulit untuk membedakannya. "Kata teman saya yang tukang masak, kalau salah masak, salah bumbu, salah macam-macam tapi masih tetap enak, itu pasti celeng. Kalau daging yang lain kan kalau terlalu matang, kurang matang, terlalu banyak bumbu, pasti tidak enak," katanya.

Sebelumnya Polsek Metro Tambora, Jakarta Barat, menangkap Sutiman Wasis Utomo, seorang pedagang bakso yang terbukti menjual bakso berbahan daging celeng, pada 5 Mei 2014. Sehari-harinya, Sutiman berjualan di Jalan Pekojan Raya, kelurahan Pekojan, Jakarta Barat.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto mengatakan kasus tersebut bermula dari aduan pedagang bakso lain ke petugas Sudin Perikanan dan Peternakan Jakarta Barat.

Pelapor curiga dengan daging bahan bakso yang dijual Sutiman kepada pedagang bakso lain.

"Karena curiga, pedagang bakso memanggil petugas perikanan dan peternakan ternyata benar itu daging celeng sehingga dia tidak jadi membeli," ujar Rikwanto.

Petugas perikanan dan peternakan, kata Rikwanto, kemudian melakukan tes laboratorium untuk memastikan jenis daging. Hasil tes menunjukan sampel positif atau daging tersebut berbahan daging babi hutan. Sutiman pun ditangkap dengan barang bukti hasil cek laboratorium, kompor, alat masak bakso, serta dua gerobak bakso.



Tekstur Beda

Singgih, pedagang bakso di Purwokerto, Jawa Tengah, membagi tipsnya untuk membedakan bakso celeng dengan bakso sapi.

"Cukup mudah sebab tekstur daging celeng serat besar, kasar dan warna daging merah tua kecokelatan dan dapat dipastikan daging sudah tidak segar karena umumnya hasil buruan," katanya.

Oleh karena itu, tambah Singgih, bila sudah diolah jadi bakso (daging celeng, red) akan gampang pecah bila ditusuk sendok, di samping itu bau khasnya dan bau daging basi akan terasa walau misalnya sudah dioplos dengan daging sapi. Ia sendiri mengaku menyiasati kenaikkan daging sapi dengan membuat butiran bakso diperkecil atau harga dinaikkan dan tetap menggunakan daging sapi.

Pada dasarnya, untuk bisa mengetahui secara pasti bakso terbuat dari daging celeng atau bukan hanya bisa dilakukan melalui uji laboratorium.

Namun jika konsumen ingin kepastian sejak awal sebaiknya membeli bakso di tempat yang terpercaya dan membeli bakso kemasan dari UKM atau produsen yang telah memiliki sertifikat halal.

Meski begitu fungsi pengawasan dari lembaga-lembaga terkait termasuk inisiatif yang kuat dari masyarakat adalah kunci utama untuk mencegah merebaknya penjualan daging celeng yang meresahkan.

(H016)