Mamasa (ANTARA) - Dokter Psikiater Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Polewali Mandar Annisa R mengatakan adanya stigma di masyarakat menyebabkan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) enggan berobat.

"Ya, mencap, mendiskriminasi pasien-pasien dengan gangguan jiwa. Jadi pasien itu kadang-kadang takut berobat ke poli jiwa, karena dicap gila," kata Annisa R saat ditemui di Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, Rabu.

Padahal pasien yang mendatangi poli jiwa bisa jadi hanya memiliki keluhan susah tidur atau sering menangis karena ada masalah.

"Tapi tiba-tiba dicap orang gila, terus dibedakan, didiskriminasi, jadi kadang-kadang pasien sadar butuh pengobatan, tapi tidak berani menghadapi stigma dari masyarakat," katanya.

Baca juga: Mensos gencarkan metode "long-acting" obati orang dengan gangguan jiwa

Annisa menambahkan keputusan keluarga untuk memasung anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa juga merupakan stigma.

"Mereka distigma, dikucilkan, didiskriminasi. Dipasung salah satu contoh juga," katanya.

Menurut dia, masyarakat di Kabupaten Mamasa, Sulbar, masih banyak yang memilih untuk memasung anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa karena kuatir jika mereka tidak dipasung, akan membahayakan masyarakat di sekitarnya. Padahal dukungan keluarga sangat berperan penting dalam penyembuhan ODGJ.

Baca juga: Kemensos manfaatkan kegiatan berkebun jadi sarana terapi bagi ODGJ

"Kunci utamanya adalah pendampingan dari keluarga. Meskipun dibawa berobat, diantar ke rumah sakit, tidak dipasung, tapi kalau keluarga tidak perhatikan, kadang kan pasien tidak tahu jadwal minum obat," katanya.

Sebelumnya Kementerian Sosial (Kemensos) melepaskan pasung seorang ODGJ berinisial LB (58) dan membawanya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Polewali Mandar.

Pelepasan pasung ini merupakan salah satu rangkaian Bakti Sosial ke-8 yang dilakukan oleh Kemensos di Kabupaten Mamasa. Di RSJ, LB akan dirawat dan dicari penyebab serta diupayakan penyembuhannya.

Baca juga: Kemensos serius tangani ODGJ di Mamasa