Washington (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Selasa (24/9), menggunakan pidato terakhirnya di Majelis Umum PBB untuk mendesak negara-negara anggota agar mendukung perluasan Dewan Keamanan dengan mengatakan bahwa Dewan Keamanan membutuhkan "suara-suara baru."

Berbicara di hadapan para pemimpin dunia lainnya di markas besar PBB di New York, Biden mengatakan bahwa dewan tersebut, "seperti PBB sendiri, perlu kembali ke tugas menciptakan perdamaian, menjadi perantara kesepakatan untuk mengakhiri perang dan penderitaan."

"Saya ingin menyelesaikan berbagai hal bersama-sama. Untuk melakukannya, kita harus membangun Perserikatan Bangsa-Bangsa yang lebih kuat, lebih efektif dan lebih inklusif," kata Biden dalam pidato perpisahannya.

"PBB perlu beradaptasi dan menghadirkan suara-suara dan perspektif baru. Itulah sebabnya kami mendukung reformasi dan perluasan keanggotaan Dewan Keamanan PBB," tambahnya.

Masalah-masalah tersebut telah menjadi semakin akut dalam beberapa tahun terakhir karena Dewan Keamanan tidak dapat mencapai konsensus untuk mengatasi krisis-krisis yang paling mendesak di dunia.

Anggota-anggota tetap Dewan Keamanan, termasuk AS, China dan Rusia, sering kali menggunakan hak veto mereka untuk menghalangi tindakan.

AS telah berulang kali melakukannya saat Dewan Keamanan berupaya mengatasi bencana kemanusiaan di Jalur Gaza yang terkepung.

Gaza telah menjadi lokasi pembantaian oleh serangan brutal Israel yang telah menyebabkan kematian lebih dari 41 ribu orang, kelaparan yang meluas, dan munculnya kembali penyakit yang tidak terlihat dalam beberapa dekade terakhir.

Rusia dan China secara terpisah telah mencegah Dewan Keamanan menangani masalah yang terkait dengan program rudal balistik dan nuklir Korea Utara, serta perang Rusia di Ukraina.

Selain tiga negara tersebut, Inggris dan Prancis juga memegang hak veto.

Banyak negara setuju bahwa Dewan Keamanan perlu dirombak, tetapi perbedaan signifikan tentang bagaimana hal itu akan dicapai telah menyebabkan kebuntuan dalam proses tersebut.

Saat Biden berbicara kepada rekan-rekannya di PBB untuk terakhir kali sebelum meninggalkan jabatannya pada Januari, Presiden AS mengatakan dia memiliki "harapan" para pemimpin dunia akan dapat menemukan "jalan ke depan" untuk mengatasi tantangan perang, kelaparan, terorisme dan pengungsian.

"Saya benar-benar yakin kita berada di titik balik selanjutnya dalam sejarah dunia. Pilihan yang kita buat hari ini akan menentukan masa depan kita selama beberapa dekade mendatang," kata Biden.

Beralih ke topik perang Rusia di Ukraina, Biden mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin "telah gagal" menghancurkan Ukraina, dan malah memberikan dasar bagi NATO untuk memperluas dan memperkuat aliansi itu.

"Tetapi kita tidak bisa menyerah. Dunia sekarang punya pilihan lain untuk dibuat. Akankah kita mempertahankan dukungan kita untuk membantu Ukraina memenangkan perang ini dan mempertahankan kebebasannya atau menjauh, membiarkan agresi diperbarui dan sebuah negara dihancurkan?" tanya Biden.

Biden menegaskan bahwa Washington siap bekerja sama dengan China "dalam menghadapi tantangan mendesak demi kebaikan rakyat kita dan rakyat di mana pun".

Biden mencontohkan kerja sama dengan Beijing dalam memerangi opioid sintetis sebagai bukti upayanya untuk "mengelola persaingan dengan China secara bertanggung jawab."

Namun, dia menegaskan bahwa AS "tidak malu-malu, melawan persaingan ekonomi yang tidak adil, melawan pemaksaan militer negara lain di Laut China Selatan, dan menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, melindungi teknologi tercanggih kami sehingga tidak dapat digunakan untuk melawan kami atau mitra kami."

AS secara bersamaan berupaya memperkuat aliansi mereka di Indo-Pasifik, kata Biden, seraya menambahkan "kemitraan ini tidak melawan negara mana pun."

Dia lebih lanjut menggambarkannya sebagai "komponen dasar untuk mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, aman dan damai."

Sumber: Anadolu

Baca juga: Indonesia serukan reformasi tata kelola global di PBB
Baca juga: Presiden Afsel: DK PBB 'sudak tidak layak', serukan reformasi
Baca juga: Turki: PBB perlu kembangkan cara 'lebih efektif' untuk cegah konflik