Seoul (ANTARA) - Menteri Unifikasi Korea Selatan Kim Yung-ho mengecam pendukung gagasan Korea Utara mengenai kedua Korea yang hidup sebagai negara terpisah dan menekankan bahwa unifikasi adalah satu-satunya cara untuk membawa perdamaian di Semenanjung Korea.

“Menjelang revisi konstitusi Korut, ada beberapa orang di masyarakat kita yang secara sukarela menjadi pemandu sorak untuk mendukung sikap anti-unifikasi dan anti-nasional Korut,” kata Kim dalam pidato yang disampaikan oleh Wakil Menteri Unifikasi pada Rabu.

Kim melontarkan pernyataan tersebut pada upacara yang menandai sumbangan dana unifikasi dari kelompok masyarakat, setelah Im Jong-seok, kepala staf mantan Presiden Moon Jae-in, baru-baru ini mengusulkan untuk menghentikan tujuan unifikasi.

Pengunduran diri Im yang tiba-tiba dari kampanye unifikasi menuai kritik bahwa ia tampaknya sejalan dengan pemimpin Korut Kim Jong-un yang mendefinisikan hubungan antar-Korea sebagai hubungan antara dua negara yang saling bermusuhan.

Menteri Unifikasi mengatakan bahwa sikap dua negara yang bermusuhan di Korut tidak akan pernah bisa membawa perdamaian di Semenanjung Korea dan menekankan bahwa unifikasi adalah satu-satunya cara untuk mencapai hal tersebut.

“Rakyat kami tidak akan pernah mengikuti klaim anti-konstitusional dan anti-unifikasi Korea Utara,” kata Kim Yung-ho.

Sehari sebelumnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengecam tokoh-tokoh politik yang telah beralih dari mendukung penyatuan kedua Korea menjadi mendukung gagasan hidup sebagai negara yang terpisah dan menyebut pandangan tersebut inkonstitusional.

Adapun pada pertemuan partai akhir tahun di Desember, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mendefinisikan hubungan antar-Korea sebagai hubungan antara dua negara yang bertikai bukan sebagai hubungan darah.

Pada Januari, Kim Jong-un menyerukan revisi konstitusi untuk mendefinisikan Korea Selatan sebagai musuh utama dan menghapus klausul unifikasi serta memperjelas batas-batas wilayah negara. Korea Utara akan mengadakan pertemuan Majelis Rakyat Tertinggi pada 7 Oktober untuk mengubah konstitusi.

Sumber: Yonhap-OANA

Baca juga: ARTIKEL - Menggapai asa perdamaian semenanjung Korea
Baca juga: Riset: Masyarakat Korea Selatan lebih ingin koeksistensi dua Korea