Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai pemulihan nama baik bisa memberikan kekuatan argumen untuk menjadikan mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur layak menjadi pahlawan nasional.

Oleh sebab itu, dia beranggapan bahwa pemaparan Fraksi PKB MPR RI dalam Sidang Paripurna Akhir MPR RI Masa Jabatan Periode 2019—2024 secara legal memiliki dasar yang kuat.

"Bahwa proses politik yang menggantikan Gus Dur tidak boleh menjadi beban pribadi sehingga penggantian kekuasaan itu tidak terbebankan kepada pribadi Gus Dur," kata Cak Imin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

"Artinya," lanjut Cak Imin, "politik telah menjatuhkan Gus Dur, tetapi nama baik Gus Dur yang tidak kriminal, tidak terlibat korupsi, tidak terlibat tindakan-tindakan yang inkonstitusional itu direhabilitasi."

Selain itu, dia menilai jasa-jasa Gus Dur yang mempertahankan pluralisme maupun mencairkan hubungan antara agama dan negara dapat menjadi alasan yang cukup kuat untuk MPR memberikan rekomendasi pemulihan nama baik untuk presiden ke-4 RI itu.

Walaupun demikian, dia mengakui bahwa proses permintaan pemulihan nama baik Gus Dur baru bisa disampaikan dalam sidang tersebut.

"Ya memang hanya ada sidang sekarang. Sidang tahunan 'kan tidak memberi forum pada fraksi. Hanya satu-satunya forum fraksi boleh menyampaikan, ya, sekarang ini," ujarnya.

Baca juga: PKB minta MPR RI pulihkan nama baik Gus Dur
Baca juga: MPR akan undang keluarga Soeharto dan Gus Dur guna bangun rekonsiliasi


Sebelumnya, Fraksi PKB meminta MPR RI untuk memulihkan nama baik mantan Presiden RI Gus Dur. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Fraksi Neng Eem Marhamah Zulfa.

"Memohon kepada pimpinan MPR RI untuk mengeluarkan surat administrasi sebagai penegasan tentang pengembalian nama baik Abdurrahman Wahid sebagai landasan dikeluarkannya rekomendasi gelar pahlawan nasional," kata Neng Eem.

Menurut Neng Eem, salah satu pertimbangan permintaan tersebut, antara lain, merujuk TAP MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

Pasal 6 TAP tersebut berbunyi bahwa Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig atau final, telah dicabut, maupun telah dilaksanakan.

Oleh sebab itu, dia menjelaskan bahwa Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid merujuk Pasal 6 tersebut maka sudah tidak berlaku.