Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi berpesan kepada para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk memperbaiki regulasi di bidang mineral dan batu bara (minerba).
"Kajian kami ini menggambarkan bahwa ada unsur-unsur dan modus korupsi yang mengharuskan kami melakukan perbaikan di aspek regulasi misalnya UU Otonomi Daerah yang memberikan otonomi luar biasa ke pemerintah tingka 2, dan agenda ini capres-cawpres yang muncul, kalau tidak direvisi akan timbul masalah," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam diskusi media bertema "Menyelamatkan Isi Perut Bumi Nusantara" di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Selain itu ada juga dugaan pelanggaran yang dalam bidang minerga dalam proses legislasi.
"Kedua, terjadi proses-proses pelanggaran hak ekonomi dan sosial dan pelanggaran Undang-Undang Dasar pasal 33 karena dibeli asing," jelas Busyro.
Karena itu Busyro mengindikasikan bahwa tindakan koruptif di sektor minerba adalah modus "soft corruption" yaitu melakukan korupsi "by design" (disengaja).
KPK dan pemerintah daerah 12 provinsi telah melakukan koordinasi dan supervisi bidang Minerba dengan 5 sasaran kegiatan yang diterjemahkan dalam 46 rencana aksi sehingga mencapai beberapa hasil.
Pertama, beberapa kepala daerah telah mencabut IUP (Izin Usaha Pertambangan). 35 IUP dicabut oleh Bupati Morowali dengan target Mei 2014 akan dicabut lagi 50 IUP, 4 IUP dicabut oleh Bupati Lahat, 10 IUP oleh Bupati Malinau, 20 IUP oleh Bupati Kutai Kertanegara, 2 IUP di Hutan Konservasi oleh Bupati Musi Rawas.
"Sejak ada koreksi dari kami, maka bupati membuat surat ke KPK untuk menyanggupi pencabutan 28 izin usaha pertambangan, ada apa sampai dicabut? Ini tentu karena ada persoalan, kami bersinergi dengan Kementerian ESDM yang mengirim dirjen atau irjen dan juga bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup," tambah Busyro.
KPK juga mencatat sejak Korsup Minerba dilaksanakan Februari 2014, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Minerba telah meningkat dari Rp5 triliun per Maret 2013 menjadi Rp11,3 triliun per Maret 2014.
Selanjutnya dilaksanakan sejumlah pengawasan produksi pertambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.
KPK sendiri mencatat potensi kerugian keuangan negara dari sektor minerba adalah mencapai Rp35,6 triliun 1,79 juta dolar AS.
Jumlah tersebut terdiri dari piutang PNBP 2011-2013 sebesar Rp331 miliar dan 546 juta dolar AS; potensi penerimaan pajak yang hilang akibat perbedaan data produksi kementerian ESDM dan Biro Pusat Statistik sebesar Rp28,5 triliun; potensi kerugian negara berdasarkan verifikasi data ekspor mineral tahun 2010-2012 dari 198 perusahaan tambang mineral 1,2 juta dolar AS; potensi kerugian negara berdasarkan verifikasi data ekspor mineral 2011 dari 180 perusahaan tambang mineral 246 ribu dolar AS; serta potensi royalti yang tidak dibayarkan perusahaan batubara dan mineral adalah Rp6,7 triliun rupiah.
Sedangkan rata-rata perusahaan kurang bayar PNBP adalah 72,89 persen. Dari 8 provinsi yang sudah dikorsup-kan jumlah kurang bayar PNBP 2011-2013 adalah Rp331 miliar dan 546 juta dolar AS.
Data dari Kementerian ESDM juga menunjukkan dari 10.922 IUP di Indonesia, sebanyak 4.880 berstatus Non Clean and Clear.
Data Dirjen Pajak adalah dari 10.922 IUP tersebut berasal dari 7.754 perusahaan dan sebanyak 3.202 tidak teridentifikasi NPWP-nya, dan dari NPWP tersebut, banyak tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak.
Data Kementerian Kehutanan, 10.922 IUP dan 111 perusahaan kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tersebut berada di Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
(D017/R021)
KPK pesankan perbaikan regulasi bidang minerba
23 Mei 2014 20:26 WIB
Wakil Ketua KPK, Busyro Muqodas. (ANTARA FOTO/Dalian )
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: