Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas mengaku belum mendengar soal kemungkinan adanya nomenklatur baru yang merupakan perpecahan dari Kemenkumham saat ini.

“Saya belum mendengar itu,” ucap Supratman saat ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu.

Menurut Supratman, nomenklatur kementerian negara merupakan domain Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Itu kewenangan sepenuhnya presiden terpilih menyangkut soal nomenklatur kementerian negara yang akan diumumkan oleh beliau nanti di 20 atau 21 Oktober,” kata dia.

Kendati demikian, Menkumham menyebut, pembahasan perpecahan Kemenkumham menjadi beberapa kementerian baru sudah dibahas secara non-formal.

“Bahas-bahas non-formal kadang kita bahas,” ucapnya.

Ketika ditanya mengenai jumlah kementerian pecahan dari Kemenkumham saat ini, ia menjawab tidak tahu.

“Mana aku tahu. Ha-ha-ha,” kata Menkumham berseloroh.

Diketahui, saat ini Kemenkumham membawahi enam direktorat jenderal (ditjen), yaitu Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Ditjen Administrasi Hukum Umum, Ditjen Pemasyarakatan, Ditjen Imigrasi, Ditjen Kekayaan Intelektual, dan Ditjen Hak Asasi Manusia.

Sebelumnya, Kamis (19/9), Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2045 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (RUU Kementerian Negara) menjadi undang-undang.

Secara garis besar, perubahan dalam RUU Kementerian Negara yang disepakati, di antaranya penyisipan Pasal 6A terkait pembentukan kementerian tersendiri yang didasarkan pada sub urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan.

Selain itu, terdapat penyisipan Pasal 9A terkait penulisan, pencantuman, dan/atau pengaturan unsur organisasi dapat dilakukan perubahan oleh presiden sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.

Hal ini berarti, salah satu ketentuan krusial yang termaktub dalam RUU Kementerian Negara ialah mengakomodasi pembentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan presiden, sehingga tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang lama.