Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah telah menyetujui kenaikan tarif angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) 5,28 persen dan resminya akan diberlakukan pada H-7 lebaran 2006, kata Menteri Perhubungan Hatta Rajasa di Jakarta, Senin. "Kenaikan itu sehubungan untuk penambahan operasional yang juga mengalami kenaikan akibat kenaikan harga BBM dan hal itu wajar sejak selama lebih dari dua tahun angkutan bus tarifnya tidak dinaikan," kata Menhub Hatta setelah Berbuka Puasa bersama dengan karyawan Departemen Perhubungan di Jakarta. Kenaikan itu, katanya, tidak akan memberatkan masyarakat karena persentasenya kecil meskipun kenaikan itu memakai metode tarif batas atas. "Untuk bus AKAP dengan tarif Rp150.000 maka dengan tarif baru itu akan menjadi Rp157.800, tidak memberatkan masyarakat," katanya. Ia menambahkan pihaknya akan menindak tegas bagi perusahaan angkutan yang menaikan tarif melebihi dari ketentuan pemerintah. Hatta mengatakan, tarif batas atas tersebut artinya bahwa pengusaha diberikan wewenang menaikan tarif sebesar 5,2 persen itu sesuai batas atas yang telah ditentukan oleh pemerintah. Tarif baru ini merupakan penyesuaian dari tarif sebelumnya yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. 59/2005 yang berlaku mulai 1 Oktober 2005 dengan dua komponen utama yakni Batas Atas dan Batas Bawah. Batas Atas untuk wilayah I (Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) naik dari Rp114 per penumpang per kilometer (km) menjadi Rp120 per penumpang per km, sedang wilayah II (Kalimantan dan Sulawesi) naik dari Rp126 per penumpang per km menjadi Rp133 per penumpang per km. Sementara Batas Bawah untuk wilayah I dari Rp76 per penumpang per km menjadi Rp80 per penumpang per km dan wilayah II dari Rp84 per penumpang per km menjadi Rp88 per penumpang per km. Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abdai mengatakan, kenaikan tarif angkutan hendaknya ditunda setelah Lebaran 2006, sehingga tidak memberatkan masyarakat. "Kalau tetap ada kenaikan tarif Lebaran, harus diprotes keras," katanya. Tulus mengatakan kenaikan tarif angkutan harus diikuti dengan kenaikan indikator pelayanan. Menurut dia, kenaikan tarif tidak boleh terjadi jika tidak ada kenaikan indikator pelayanan. Kenaikan tarif reguler dalam kondisi seperti itu, kata Tulus, justru akan merugikan perusahaan penyedia jasa angkutan. Hal itu karena calon penumpang akan semakin tidak mau menggunakan angkutan yang ada.(*)