Hikmahanto: RI akan sangat untung jika gabung OECD dan BRICS
24 September 2024 19:47 WIB
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana (kanan), Direktur Peneliti Klub Diskusi Valdai Rusia Fyodor Lukyanov (tengah) dan Presiden Pusat Shanghai Nelson Wong (kedua kiri) berbicara kepada wartawan di sela-sela seminar internasional "Indonesia-Rusia: Dari Masa Lalu ke Masa Depan, Perspektif Historis dan Geopolitik” yang diselenggarakan oleh Kedubes Rusia di Jakarta, Selasa (24/9/2024). (ANTARA/Cindy Frishanti)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa akan sangat menguntungkan jika Indonesia menjadi anggota OECD dan BRICS di saat yang bersamaan.
“Karena kita memiliki alternatif, karena kita, seperti yang saya sebutkan, kita (Indonesia) tidak ingin didominasi,” kata Hikmahanto di sela-sela acara seminar internasional "Indonesia-Rusia: Dari Masa Lalu ke Masa Depan, Perspektif Historis dan Geopolitik” yang diselenggarakan oleh Kedubes Rusia di Jakarta, Selasa.
Diketahui bahwa Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD).
Hikmahanto menilai bahwa Indonesia perlu memiliki alternatif lain, tidak hanya dalam perspektif atau ideologi tetapi juga dalam hal ekonomi.
“Saya pikir pemerintah harus membuat penilaian yang baik tentang masalah ini sehingga mereka dapat memutuskan apakah mereka akan bergabung dengan BRICS, meskipun mereka sekarang sedang mempersiapkan diri untuk bergabung dengan OECD,” kata Hikmahanto.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Peneliti Klub Diskusi Valdai Rusia Fyodor Lukyanov menyampaikan bahwa BRICS bukanlah sebuah organisasi melainkan lingkungan yang sedang berkembang.
Menurut Lukyanov, BRICS adalah prototipe untuk lingkungan yang dapat berfungsi bukan untuk melawan negara-negara Barat tetapi secara paralel menghadapi negara-negara Barat.
“Setelah beberapa saat, pencapaian utama BRICS adalah menciptakan cara untuk menghindari hegemoni AS di bidang keuangan,” ujar Lukyanov, menambahkan bahwa jika saat itu terjadi, Indonesia akan bergabung dengan BRICS karena akan memberikan keuntungan untuk Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua dan Presiden Pusat Shanghai untuk Studi Strategi RimPac dan Hubungan Internasional Nelson Wong menilai bahwa alasan BRICS muncul adalah karena ada orang-orang yang tidak senang dengan cara dunia diatur selama ini.
“Mengapa, jika organisasi yang ada, seperti OECD, seperti yang lainnya, bekerja dengan sempurna, mengapa ada organisasi baru (SCO, BRICS) yang muncul? Karena orang-orang tidak senang dengan cara dunia diatur selama ini,” kata Wong.
Selain itu, Wong juga berpendapat bahwa manipulasi dolar AS dalam pembayaran internasional telah menciptakan lingkungan yang membuat banyak negara merasa tidak diperlakukan dengan adil.
Wong mengatakan bahwa BRICS berencana akan mengumumkan mekanisme pembayaran internasional baru pada Oktober nanti yang kemungkinan akan dapat menggantikan sistem pembayaran uang ada sekarang.
“Ini akan sangat berarti bagi perdagangan dunia, dan saya pikir kami pasti akan membuat BRICS menjadi lebih penting,” ujar Wong.
BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.
Pada Desember 2023, beberapa negara lainnya bergabung, tetapi kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.
Baca juga: Putin puji peran BRICS dalam kerja sama keamanan anggotanya
Baca juga: Afghanistan surati Rusia agar diundang ke KTT BRICS
“Karena kita memiliki alternatif, karena kita, seperti yang saya sebutkan, kita (Indonesia) tidak ingin didominasi,” kata Hikmahanto di sela-sela acara seminar internasional "Indonesia-Rusia: Dari Masa Lalu ke Masa Depan, Perspektif Historis dan Geopolitik” yang diselenggarakan oleh Kedubes Rusia di Jakarta, Selasa.
Diketahui bahwa Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD).
Hikmahanto menilai bahwa Indonesia perlu memiliki alternatif lain, tidak hanya dalam perspektif atau ideologi tetapi juga dalam hal ekonomi.
“Saya pikir pemerintah harus membuat penilaian yang baik tentang masalah ini sehingga mereka dapat memutuskan apakah mereka akan bergabung dengan BRICS, meskipun mereka sekarang sedang mempersiapkan diri untuk bergabung dengan OECD,” kata Hikmahanto.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Peneliti Klub Diskusi Valdai Rusia Fyodor Lukyanov menyampaikan bahwa BRICS bukanlah sebuah organisasi melainkan lingkungan yang sedang berkembang.
Menurut Lukyanov, BRICS adalah prototipe untuk lingkungan yang dapat berfungsi bukan untuk melawan negara-negara Barat tetapi secara paralel menghadapi negara-negara Barat.
“Setelah beberapa saat, pencapaian utama BRICS adalah menciptakan cara untuk menghindari hegemoni AS di bidang keuangan,” ujar Lukyanov, menambahkan bahwa jika saat itu terjadi, Indonesia akan bergabung dengan BRICS karena akan memberikan keuntungan untuk Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua dan Presiden Pusat Shanghai untuk Studi Strategi RimPac dan Hubungan Internasional Nelson Wong menilai bahwa alasan BRICS muncul adalah karena ada orang-orang yang tidak senang dengan cara dunia diatur selama ini.
“Mengapa, jika organisasi yang ada, seperti OECD, seperti yang lainnya, bekerja dengan sempurna, mengapa ada organisasi baru (SCO, BRICS) yang muncul? Karena orang-orang tidak senang dengan cara dunia diatur selama ini,” kata Wong.
Selain itu, Wong juga berpendapat bahwa manipulasi dolar AS dalam pembayaran internasional telah menciptakan lingkungan yang membuat banyak negara merasa tidak diperlakukan dengan adil.
Wong mengatakan bahwa BRICS berencana akan mengumumkan mekanisme pembayaran internasional baru pada Oktober nanti yang kemungkinan akan dapat menggantikan sistem pembayaran uang ada sekarang.
“Ini akan sangat berarti bagi perdagangan dunia, dan saya pikir kami pasti akan membuat BRICS menjadi lebih penting,” ujar Wong.
BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.
Pada Desember 2023, beberapa negara lainnya bergabung, tetapi kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.
Baca juga: Putin puji peran BRICS dalam kerja sama keamanan anggotanya
Baca juga: Afghanistan surati Rusia agar diundang ke KTT BRICS
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: