Mataram (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) Letjen Suharyanto mengatakan isu terjadinya gempa dan tsunami Megathrust di Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB), merupakan bentuk untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana.

"Jadi soal isu Megathrust ini bukan sesuatu yang baru, bukan hanya di NTB tetapi juga di Indonesia," ujarnya pada rapat kordinasi penanganan darurat bencana kekeringan di NTB yang digelar di Kota Mataram, Selasa.

Berdasarkan sejarah, kata dia, NTB pernah terdampak bencana gempa dan tsunami hebat yang terjadi di Samudra Hindia pada 19 Agustus 1977 dengan kekuatan 8,3 Skala Richter (SR). Bahkan pada tahun 2018 gempa bumi kembali menimpa NTB, meski tanpa tsunami.

Baca juga: BNPB gelar apel nasional siaga bencana gempa megathrust

"Itu artinya berdasarkan pengalaman yang ada, menuntut kita untuk tetap waspada, tetapi jangan takut yang berlebihan," kata Suharyanto.

Menurutnya, belajar dari pengalaman itu pentingnya sebuah mitigasi bencana dan mengedukasi masyarakat secara terus menerus.

"Jadi BNPB bekerja sama dengan provinsi, TNI/Polri, akan menggelar gladi bagaimana seandainya ketika gempa Megathrust, apa yang perlu dilakukan masyarakat ketika itu terjadi," ujar Suharyanto.

Baca juga: BNPB minta tambahan pagu anggaran ke DPR, antisipasi gempa megathrust

Ia mencontohkan di wilayah selatan Pulau Lombok, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika telah di bangun komplek gedung evakuasi yang berada di atas bukit. Pembangunan gedung evakuasi itu maksudnya untuk mengantisipasi jika gempa dan tsunami itu terjadi.

"Namun kita berdoa itu tidak terjadi sekarang, tidak terjadi di masa hidup kita, tidak terjadi di masa hidup anak cucu kita. Itu harapannya," kata Suharyanto.

Baca juga: BNPB: Penyelamatan nyawa dari gempa megathrust hanya kecepatan evakuasi