Dalam rilis yang disiarkan oleh pihaknya di Jakarta pada Selasa, kelima nama tersebut ialah Ainar Tri Asita (koreografer tari), Laura Tias Avionita Sinaga (penari dan koreografer disabilitas), Lisabona Rahman (pengarsip film), Mulyani (seni tari), serta Papermoon Puppet Theatre (teater boneka).
Ainar Tri Asita merupakan generasi muda bertalenta di bidang koreografi tari. Ainar pernah menjadi penari termuda yang unjuk kebolehan pada Solo Dance Festival di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Selain berbakat dalam menciptakan koreografi tari, Ainar juga aktif pada kerja pengarsipan dan riset budaya. Banyak karya seninya yang berdasarkan hasil riset ditampilkan di Palu, Sulawesi Tengah, sebagai kota kelahiran perempuan berusia 42 tahun ini.
Baca juga: Kemendikbud beri penghargaan kategori pelestari pada AKI 2024
“Saya memang sudah suka menari sejak masih kecil, apalagi tarian Simalungun. Oleh sebab itu, saya benar-benar ingin memantapkan pilihan untuk mengembangkan seni tari dan bagaimana menyelaraskannya dengan budaya Simalungun,” ucap Laura.
Pada 2014, Laura mendirikan sebuah sanggar tari yang diberi nama Simalungun Home Dancer (SIHODA). Melalui sanggar tarinya tersebut, Laura mampu melestarikan dan menyebarluaskan budaya Simalungun di festival kebudayaan nasional maupun mancanegara.
Di sisi lain, kerja Lisabona Rahman menaruh kontribusi besar terhadap dunia perfilman tanah air berkat kepeduliannya bekerja mengarsipkan dan merestorasi dokumen film nasional.
Kerja keras Lisabona dalam pengarsipan dan restorasi film membuatnya diundang sebagai pembicara di Goethe University, Frankfurt, Jerman, dan Johannes Guttenberg University Mainz, serta Jos University, Nigeria.
Baca juga: Ditjen Kebudayaan berikan penghargaan AKI tahun 2024
Bukan sebatas seorang seniman tari. Lebih dari itu, Mulyani juga menciptakan banyak kerajinan tangan guna mendukung karya tarian tersebut. Mulyani secara konsisten juga menggali dan mengenalkan alat musik bundengan dan topeng lengger melalui souvenir, workshop, dan pementasan.
Kecintaan besar Mulyani pada seni tari juga ditunjukkan dengan melatih anak-anak berkebutuhan khusus tuna rungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dena Upakara. Mulyani memberikan kesempatan pada anak-anak tersebut untuk dapat menampilkan atraksi tari di tengah keterbatasan wicara.
Terakhir ialah Papermoon Puppet Theatre yang merupakan teater boneka didirikan pada April tahun 2006 di Yogyakarta. Dalam karya-karyanya, Papermoon Puppet Theatre terbukti mampu menjangkau dan berterima dengan segala usia.
Papermoon Puppet Theatre menampilkan karya yang lekat dengan isu keseharian masyarakat, namun dikemas dengan penuh imajinasi. Papermoon Puppet Theatre dikategorikan sebagai pelopor media baru cerita anak yang menghadirkan nilai kearifan lokal dan tampilan artistik yang indah.
Ide fenomenal disajikan Papermoon Puppet Theatre sejak tahun 2008 dengan menggelar pesta boneka internasional di Yogyakarta. Selain itu, Papermoon Puppet Theatre juga tercatat telah menggelar sekitar 20 pertunjukan teater boneka serta 15 pameran karya instalasi seni visual di berbagai negara.
Baca juga: Jago dongeng, anak di Bangka raih AKI 2024 dari Mendikbudristek