Jakarta (ANTARA) - Apakah Anda merasakan suhu panas pada tanggal 23 September kemarin? Jika iya, mungkin Anda tidak sadar bahwa hari itu adalah salah satu fenomena menarik dalam kalender astronomi yang disebut dengan equinox.

Equinox merupakan kondisi yang terjadi saat matahari berada persis di atas garis khatulistiwa atau equator. Saat equinox terjadi, durasi siang dan malam menjadi hampir sama di seluruh belahan dunia. Istilah “equinox” berasal dari bahasa Latin, yaitu “aequus” yang berarti “sama” dan “nox” yang berarti “malam”.

Kapan fenomena equinox terjadi?

Equinox terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada sekitar tanggal 20 Maret dan 23 September. Saat equinox, semua bagian Bumi mendapatkan jumlah cahaya matahari yang hampir sama. Ini berarti bahwa siang dan malam memiliki durasi yang hampir sama di seluruh dunia. Pada bulan Maret, kita menyebut fenomena ini dengan equinox vernal, dan pada bulan September, kita menyebutnya equinox autumnal. Fenomena ini adalah waktu yang penting karena menandai perubahan musim.

Di Indonesia, fenomena equinox membawa beberapa dampak, salah satunya adalah peningkatan suhu udara. Namun, kenaikan suhu yang terjadi tidak terlalu drastis, tetap dalam rentang suhu rata-rata antara 26-36 derajat Celsius. Meskipun demikian, perubahan ini bisa mempengaruhi cuaca dan pola iklim di beberapa daerah.

Apakah fenomena ini berbahaya?

Menurut penjelasan dari Pakar iklim lingkungan dari Fakultas Geografi UGM, equinox bukanlah fenomena yang berbahaya. Ini adalah fenomena iklim yang normal dan tidak membahayakan.

Meskipun suhu rata-rata mungkin mengalami sedikit peningkatan, perubahan ini tidak signifikan dan tidak mencapai tingkat yang berbahaya. Para ahli juga merekomendasikan beberapa langkah pencegahan sederhana, seperti meningkatkan asupan air, untuk menghadapi kemungkinan kenaikan suhu rata-rata tersebut.