Pontianak (ANTARA) - Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengatakan Kalimantan Barat (Kalbar) kini resmi menjadi daerah pertama di Indonesia yang memproduksi alumina melalui peresmian injeksi bauksit proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah.

"Proyek ini menandai babak baru dalam industri mineral logam nasional, dengan Kalbar sebagai pusat produksi alumina yang di produksi oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) dan kemudian bahan baku ini nantinya akan digunakan sebagai bahan baku aluminium oleh PT Inalum," kata Hendri Prio Santoso usai menghadiri peresmian injeksi bauksit proyek SGAR oleh Presiden RI, Joko Widodo di Mempawah, Selasa.

Hendi menjelaskan, peresmian ini merupakan langkah penting dalam perjalanan Indonesia menuju kemandirian dalam pengolahan mineral logam dari hulu ke hilir.

"Kami sangat bangga bisa menyaksikan peresmian injeksi bauksit pertama ini. Dengan ini, Kalbar menjadi daerah pertama yang memproduksi alumina di Indonesia, dan kami berkomitmen untuk menjadikannya pusat pengolahan mineral logam yang terintegrasi," tuturnya.

Dia menambahkan, dengan injeksi bauksit ini merupakan tahap awal dalam proses produksi alumina, dengan target produksi pertama pada November 2024.

Proyek SGAR di Kalbar terbagi dalam dua fase, dengan fase pertama yang diproyeksikan mencapai produksi penuh pada kuartal pertama 2025. Fase kedua akan memperluas kapasitas produksi hingga mencapai 1 juta ton alumina per tahun pada tahun 2028.

Menurutnya, Kalbar yang menjadi tuan rumah proyek strategis ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, sekaligus memperkuat ekonomi nasional melalui peningkatan kapasitas produksi mineral logam dalam negeri.

"Dengan proyek ini, Kalbar tidak hanya berperan penting dalam industri mineral logam, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi daerah dan nasional. Produksi alumina di sini akan mengurangi ketergantungan impor dan mendorong terciptanya lapangan kerja baru," kata Hendi.

Melalui pengoperasian penuh proyek SGAR, Indonesia diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor aluminium. Saat ini, kebutuhan aluminium dalam negeri mencapai 1,2 juta ton per tahun, namun 56 persen di antaranya masih dipenuhi melalui impor. Dengan peningkatan kapasitas produksi alumina yang diolah menjadi aluminium oleh PT Inalum, Indonesia dapat memperkuat industri aluminium domestik.

Proyek SGAR Fase 1 diperkirakan akan menyerap sekitar 6 juta ton bauksit per tahun dan menghasilkan 2 juta ton alumina setiap tahunnya. Produksi ini akan mendukung rencana Inalum untuk meningkatkan kapasitas produksi aluminium hingga mencapai 900.000 ton per tahun dari kapasitas saat ini yang baru mencapai 275.000 ton per tahun.

Dengan adanya proyek ini, Kalbar tidak hanya menjadi daerah penghasil alumina pertama, namun juga pusat pengolahan mineral logam yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Dengan fasilitas smelter di Mempawah, bauksit yang ditambang di Kalbar akan diolah menjadi alumina, dan kemudian diproses lebih lanjut menjadi aluminium oleh Inalum.

"Ini merupakan pencapaian penting bagi industri mineral logam Indonesia, dan Kalbar kini berada di garis depan dalam hal pengolahan mineral. Kami optimis bahwa dengan adanya proyek SGAR, Kalbar akan menjadi pusat pengolahan mineral logam yang terintegrasi, memberikan dampak ekonomi yang besar, tidak hanya bagi daerah tetapi juga bagi seluruh negeri," katanya.

Proyek SGAR merupakan bagian dari strategi jangka panjang MIND ID untuk memperkuat industri mineral logam dalam negeri, terutama dalam pengolahan bauksit menjadi alumina dan aluminium. Dengan total investasi sebesar US$ 1,7 miliar, proyek ini diharapkan dapat menjadi penopang utama dalam upaya Indonesia mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.

Selain meningkatkan produksi dalam negeri, proyek ini juga diproyeksikan untuk menciptakan ribuan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Kalbar. Pada akhirnya, SGAR diharapkan dapat menjadi contoh sukses dalam industri pengolahan mineral logam yang terintegrasi dan berkelanjutan di Indonesia.

"Dengan keberhasilan proyek ini, Kalimantan Barat siap menjadi pusat pengolahan alumina dan aluminium, yang pada gilirannya akan mendukung pengembangan ekonomi nasional serta memberikan kontribusi signifikan terhadap kemandirian industri mineral logam di Indonesia," katanya.

Hendi menambahkan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pihaknya ketersediaan Bauksit sebagai bahan baku utama Alumina di Kalbar akan bertahan hingga 19 tahun mendatang. Namun, pihaknya akan terus melakukan inovasi agar ketersediaan bahan baku ini bisa terus terpenuhi hingga puluhan tahun mendatang.

Baca juga: Jokowi: Indonesia memasuki babak baru negara industri via hilirisasi
Baca juga: Presiden harap beroperasinya SGAR di Mempawah kurangi impor aluminium
Baca juga: KEK Galang Batang pacu produksi alumina dukung hilirisasi