Jakarta (ANTARA) - Calon gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil menyebutkan budaya merupakan fondasi penting untuk membangun Jakarta apalagi dengan rencana menjadi kota global.

"Bahwa kebudayaan adalah identitas yang penting, Jakarta adalah simpul luar biasa, going global. Tapi tidak boleh melupakan Kebetawiannya (budaya Betawi), maka kami punya program yang namanya Gerbang Betawi," kata Ridwan Kamil yang didampingi cawagub Suwono pada acara dialog publik seni yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin.

Baca juga: Serikat Mahasiswa Betawi dorong partisipasi publik di Pilkada Jakarta

Gerbang Betawi adalah Gerakan Membangun Kebudayaan Betawi. Program itu meliputi pendidikan, kesenian, arsitektur kota, hingga pelestarian situs-situs budaya.

Menurut dia kebudayaan adalah identitas yang harus terus lestari meski Jakarta akan dibawa naik kelas menjadi kota global.

"Budaya itu adalah identitas kita, dia yang membedakan kita dengan yang lain," kata pria yang akrab dipanggil kang Emil.

Baca juga: Jaksel dorong siswa kembangkan bakat seni untuk lestarikan budaya

Program Gerbang Betawi itu bakal dikombinasikan dengan berbagai masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat, termasuk diantaranya curhat dari komunitas-komunitas pegiat budaya dan pecinta kesenian yang hadir dalam dialog di TIM.

"Jangka pendek dari saya dan Pak Suswono itu sebenarnya membereskan curhatan-curhatan yang tadi disampaikan. Itu paling konkret. Jadi, kalau curhatannya ada dinamika dengan Jakpro (terkait penggunaan TIM), ya sudah nanti kita tengahi apa masalahnya," paparnya.

Demikian pula dengan curhatan yang terkait dengan anggaran. Emil menyampaikan bersama Suswono akan mencarikan solusi.

Baca juga: Tempat makan enak dengan harga terjangkau di Jakarta

Kurator Ibu Kota Nusantara (IKN) yang pernah menjadi wali kota Bandung itu pun mencontohkan optimalisasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) dengan menghadirkan buku CSR Jakarta.

Dia memastikan salah satu bab dalam buku tersebut berisi kebutuhan-kebutuhan untuk kelestarian budaya dan eksistensi pelaku seni.

"Di dalamnya ada bab tentang kesenian. Sehingga orang orang yang punya akses kepada ekonomi dilobi oleh gubernur bisa menjadi patron di dalam yang namanya kebudayaan. Sehingga, tidak selalu bagi saya, pemajuan kebudayaan kesenian harus selalu seratus persen mengandalkan yang namanya anggaran," tuturnya.