Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, memanggil Kepala Proyek Pembangunan Shelter Tsunami Nusa Tenggara Barat Agus Harijanto sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter korban tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Gedung KPK Merah Putih, atas nama AS dan DS," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Meski demikian, pihak KPK belum memberikan keterangan lebih lanjut soal materi apa saja yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, saksi AS adalah Agus Harijanto selaku Kepala Proyek Pembangunan Shelter Tsunami Nusa Tenggara Barat, sedangkan saksi DS adalah Dwi Sugiyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB Tahun 2014.

Baca juga: KPK periksa mantan pejabat NTB sidik korupsi shelter tsunami

KPK pada Senin (8/7), mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter korban tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014.

KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.

Pekerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: KPK periksa Kepala Pelaksana BPBD NTB soal shelter tsunami

Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat ditangani Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.

Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.

Selanjutnya, pada bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

Sekitar satu tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok dan gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.

Baca juga: KPK sebut sebagian shelter tsunami NTB sudah roboh
Baca juga: KPK ungkap penurunan kualitas "shelter" tsunami akibat korupsi
Baca juga: KPK dalami proses lelang terkait korupsi "shelter" tsunami NTB