Insentif hingga teknologi baterai dinilai rangsang adopsi EV
22 September 2024 19:09 WIB
Sejumlah pengendara mobil listrik mengikuti konvoi Merdeka e-ride kendaraan listrik di Kantor PLN UIW NTT, Kota Kupang, Sabtu (31/8/2024). ANTARA FOTO/Mega Tokan/am.
Jakarta (ANTARA) - Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu menyatakan optimistis-nya bahwa tren mobil listrik akan terus meningkat bila diiringi beberapa faktor, mulai dari kebijakan pemerintah hingga kemajuan teknologi baterai.
Menurut dia, dukungan pemerintah melalui insentif dan pembangunan infrastruktur untuk kendaraan listrik dapat merangsang minat konsumen.
“Tampaknya tren ini akan berbalik dan pasar akan kembali naik, jika kebijakan yang mendukung pada EV dicanangkan kembali oleh kabinet baru,” kata dia. kepada ANTARA, Minggu.
Selain dukungan pemerintah, meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan menjadi pendorong lain.
Masyarakat yang kini lebih peduli terhadap dampak kendaraan berbahan bakar fosil terhadap lingkungan, menjadi penanda positif terhadap adopsi mobil listrik.
Baca juga: Tiga hal masih jadi kekhawatiran konsumen beralih ke EV
Baca juga: Memacu adopsi kendaraan listrik demi Bumi yang lebih hijau
Yannes juga menyoroti kemajuan teknologi baterai yang juga menjadi penentu minat beli masyarakat terhadap EV.
Dengan penurunan harga mobil listrik yang seiring dengan peningkatan skala produksi, diharapkan mobil listrik akan semakin terjangkau bagi masyarakat.
"Penurunan harga adalah faktor penting untuk memperluas pangsa pasar," tambahnya.
Namun, Yannes mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat kelas menengah harus tetap diperhatikan.
Segmen ini merupakan pasar terbesar di Indonesia dan memiliki potensi signifikan untuk mengadopsi kendaraan listrik.
Dengan kombinasi kebijakan yang mendukung, kesadaran lingkungan, dan kemajuan teknologi, pasar mobil listrik di Indonesia diharapkan dapat pulih dan tumbuh dalam waktu dekat, ungkap Yannes.
Peranan kelas menengah di industri otomotif sangat krusial, mengingat jumlah kelas menengah di Indonesia yang terus merosot.
"Namun, tentunya, ini semua harus juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi masayarakat middle income class (kelas menengah) yang menjadi pasar terbesar di Indonesia," imbuh Yannes.
Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa. Sementara itu, pada 2023, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia tercatat 48,27 juta penduduk atau 17,44 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.
BPS juga melaporkan penurunan kelas menengah pada 2024 menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia.
Baca juga: Ini penyebab adopsi mobil listrik di Indonesia lambat
Baca juga: Kebijakan Pemerintah berperan besar dalam adopsi kendaraan listrik
Baca juga: Adopsi masyarakat jadi tantangan pengembangan mobil listrik Indonesia
Menurut dia, dukungan pemerintah melalui insentif dan pembangunan infrastruktur untuk kendaraan listrik dapat merangsang minat konsumen.
“Tampaknya tren ini akan berbalik dan pasar akan kembali naik, jika kebijakan yang mendukung pada EV dicanangkan kembali oleh kabinet baru,” kata dia. kepada ANTARA, Minggu.
Selain dukungan pemerintah, meningkatnya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan menjadi pendorong lain.
Masyarakat yang kini lebih peduli terhadap dampak kendaraan berbahan bakar fosil terhadap lingkungan, menjadi penanda positif terhadap adopsi mobil listrik.
Baca juga: Tiga hal masih jadi kekhawatiran konsumen beralih ke EV
Baca juga: Memacu adopsi kendaraan listrik demi Bumi yang lebih hijau
Yannes juga menyoroti kemajuan teknologi baterai yang juga menjadi penentu minat beli masyarakat terhadap EV.
Dengan penurunan harga mobil listrik yang seiring dengan peningkatan skala produksi, diharapkan mobil listrik akan semakin terjangkau bagi masyarakat.
"Penurunan harga adalah faktor penting untuk memperluas pangsa pasar," tambahnya.
Namun, Yannes mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi masyarakat kelas menengah harus tetap diperhatikan.
Segmen ini merupakan pasar terbesar di Indonesia dan memiliki potensi signifikan untuk mengadopsi kendaraan listrik.
Dengan kombinasi kebijakan yang mendukung, kesadaran lingkungan, dan kemajuan teknologi, pasar mobil listrik di Indonesia diharapkan dapat pulih dan tumbuh dalam waktu dekat, ungkap Yannes.
Peranan kelas menengah di industri otomotif sangat krusial, mengingat jumlah kelas menengah di Indonesia yang terus merosot.
"Namun, tentunya, ini semua harus juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi masayarakat middle income class (kelas menengah) yang menjadi pasar terbesar di Indonesia," imbuh Yannes.
Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa. Sementara itu, pada 2023, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia tercatat 48,27 juta penduduk atau 17,44 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.
BPS juga melaporkan penurunan kelas menengah pada 2024 menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk Indonesia.
Baca juga: Ini penyebab adopsi mobil listrik di Indonesia lambat
Baca juga: Kebijakan Pemerintah berperan besar dalam adopsi kendaraan listrik
Baca juga: Adopsi masyarakat jadi tantangan pengembangan mobil listrik Indonesia
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: