Bangkok (ANTARA News) - Militer Thailand, Selasa menyatakan berlakunya undang-undang darurat perang di seluruh wilayah kerajaan yang dicengkeram krisis untuk memulihkan ketertiban setelah beberapa bulan protes-protes anti-pemerintah menyebabkan 28 orang tewas dan melukai ratusan lainnya.

Satu pengumuman pada televisi milik militer mengatakan, darurat militer telah diberlakukan "untuk memulihkan perdamaian dan ketertiban bagi rakyat dari semua pihak", lapor AFP.

Tetapi pengumumkan pihak militer menekankan bahwa langkah itu "bukan kudeta."

Pengumuman itu muncul setelah kelompok Komite Reformasi Demokratis Rakyat (PDRC) Thailand, Minggu, bertemu dengan serikat-serikat pekerja perusahaan negara dan pensiunan pegawai negeri untuk memetakan rencana keseluruhan gerakan menentang pemerintah.

Sekretaris Jenderal PDRC, Suthep Thaugsuban, dan pemimpin lain PDRC bertemu dengan perwakilan serikat pekerja perusahaan negara untuk membagi tugas dalam rangka gerakan baru dan mengadakan diskusi dengan pensiunan pegawai negeri pada sorenya.

Juru bicara PDRC, Akanat Promphan, mengatakan pertemuan Ahad akan menyimpulkan dan menghasilkan rencana keseluruhan operasi anti- pemerintah tersebut.

Pertempuran terakhir untuk mendapatkan kembali kendali kekuasaan yang berdaulat akan dimulai besok.

Dari 19 sampai 21 Mei, kelompok pendukung PDRC akan mengikuti masing-masing dari 25 menteri sementara yang tersisa untuk meminta mereka mengundurkan diri dari jabatan mereka.

Akanat mengatakan bahwa kepala lembaga akan diundang untuk menghadiri pertemuan Kamis untuk memetakan cara melawan "rezim Thaksin" dan menambahkan bahwa pemberontakan utama rakyat akan terjadi pada 23-26 Mei untuk menekan para pelayan sipil bergabung dengan perjuangan bersama rakyat.

Juru bicara PDRC menegaskan bahwa pada Senin tidak akan ada perebutan kantor pemerintah atau stasiun televisi karena rencana telah selesai.

Dia menjelaskan bahwa target yang ingin dicapai adalah pengunduran diri 25 anggota kabinet sementara yang tersisa.


Penerjemah: Askan Krisna