Damaskus (ANTARA) - Ledakan alat komunikasi baru-baru ini di Lebanon yang menargetkan Hizbullah, bersamaan dengan pembunuhan para komandan tinggi Hizbullah, telah meningkatkan kewaspadaan di seluruh Timur Tengah. Banyak pakar memperingatkan bahwa konfrontasi antara Israel dan Hizbullah akan bereskalasi ke tingkat baru yang lebih berbahaya.

Ketegangan di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon meningkat tajam menyusul ledkan 37 orang dan melukai 2.931 lainnya. Israel belum menyatakan bertanggung jawab, sementara Hizbullah menuding Israel sebagai dalang di balik ledakan tersebut.

Pada Jumat (20/9) sore, sedikitnya 37 orang, termasuk Ibrahim Akil, komandan seakan pager dan walkie-talkie di Lebanon pada awal pekan ini yang menewasmentara Pasukan Elit Radwan Hizbullah, tewas dalam sebuah serangan udara Israel di Beirut selatan. Serangan ini terjadi setelah Hizbullah meluncurkan lebih dari 100 roket ke Israel sebelumnya pada hari itu.

Para pakar politik di Suriah meyakini serangan-serangan tersebut menandakan adanya pergeseran dalam taktik Israel, yang mengisyaratkan kawasan itu kemungkinan akan menghadapi konflik yang lebih luas dan tidak dapat diprediksi.

Sebuah editorial di surat kabar Tishreen yang dikelola pemerintah Suriah menyatakan Israel berusaha melakukan perang nonkonvensional, termasuk menggunakan serangan siber dan operasi rahasia.

Editorial tersebut memperingatkan bahwa setelah 11 bulan konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, ketegangan kini meningkat di Lebanon, meningkatkan risiko dan menciptakan "bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya" untuk kawasan tersebut.

Mohammad Nader al-Omari, seorang analis dan pakar hubungan internasional yang berbasis di Damaskus, meyakini eskalasi ini dapat terus berlanjut hingga berhari-hari atau berpekan-pekan, terutama karena motivasi politik di balik konflik ini.

"Dengan semakin dekatnya pemilihan umum di Amerika Serikat (AS), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memiliki kepentingan untuk menjaga kawasan ini tetap tidak stabil," jelas al-Omari, seraya menambahkan bahwa konflik ini dapat meningkatkan dukungan bagi Donald Trump, calon pilihan Netanyahu pada pemilihan presiden AS mendatang.

Editorial Tishreen juga mengaitkan perkembangan ini dengan manuver politik AS baru-baru ini di kawasan tersebut, termasuk kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, yang dianggap memberikan dukungan secara rahasia terhadap tindakan Israel.

Al-Omari memperingatkan fase baru konflik ini bisa jadi belum pernah terjadi sebelumnya di Timur Tengah, dengan teknologi canggih dan serangan siber kini memainkan peran kunci. Dia menyebut bahwa Israel, yang diperkuat oleh dukungan politik AS, berisiko membuat krisis ini menjadi konfrontasi yang berkepanjangan dan mungkin lebih luas.

Namun, al-Omari menilai bahwa invasi darat ke Lebanon selatan saat ini tampaknya tidak mungkin terjadi mengingat sumber daya militer Israel yang semakin menipis di tengah operasi militer yang sedang berlangsung di Gaza.

Menurut Tishreen, Hizbullah merespons dengan hati-hati karena kelompok tersebut tidak ingin terpancing melakukan konfrontasi yang gegabah di tengah taktik-taktik Israel yang nonkonvensional.

Surat kabar itu berpendapat bahwa Israel berusaha "memancing perlawanan menjadi respons yang tidak terukur," tetapi Hizbullah tetap terukur dalam tindakannya meskipun ada provokasi keras.

Maher Ihsan, seorang pakar politik yang berbasis di Damaskus, memperingatkan bahwa Suriah, yang merupakan rumah bagi kehadiran Hizbullah yang signifikan, dapat terseret ke dalam konflik jika Israel meningkatkan serangannya ke kubu-kubu Hizbullah dan jalur-jalur suplai.

"Suriah tetap penting bagi strategi regional Hizbullah," kata al-Ihsan. "Jika Israel mengintensifkan serangannya di Lebanon selatan, destabilisasi lebih lanjut mungkin akan terjadi di kawasan ini, yang akan menyeret Suriah lebih dalam ke dalam konflik," imbuhnya.
Sebuah pesawat pemadam kebakaran memadamkan api yang disebabkan oleh serangan roket dari Lebanon, dekat perbatasan utara Israel dengan Lebanon, pada 20 September 2024. ANTARA/Xinhua/David Cohen.
Tentara Israel yang terluka dipindahkan ke helikopter di dekat perbatasan utara Israel dengan Lebanon, pada 19 September 2024. ANTARA/Xinhua/Ayal Margolin.