Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menyadari meski sektor tambang punya pengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah, namun ketergantungan itu perlahan harus dilepaskan melalui transformasi ekonomi berkelanjutan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Iswandi dalam pernyataan, di Mataram, Jumat, mengatakan inklusifitas pembangunan dan ekonomi perlu ditingkatkan di NTB.

"Kami perlu terus-menerus memastikan ke depan pertumbuhan ekonomi nontambang itu selalu mengalami peningkatan," ujarnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan ekonomi NTB sektor nontambang mengalami peningkatan pascapandemi COVID-19.

Angka pertumbuhan ekonomi nontambang daerah itu mencapai 2,86 persen pada 2021, lalu perlahan naik menjadi 3,42 persen pada 2022, dan kembali bertumbuh hingga 4,80 persen pada tahun 2023.

Sedangkan pertumbuhan ekonomi NTB dengan tambang justru bertumbuh secara fluktuatif. Pada 2021 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 2,30 persen, kemudian naik signifikan menjadi 6,95 persen pada 2022, dan turun dalam menjadi 1,80 persen pada tahun 2023.

"Kami lihat di tingkat regional, Bali yang tanpa tambang terus mengalami pertumbuhan yang baik, demikian pula Nusa Tenggara Timur juga relatif mengalami pertumbuhan," kata Iswandi.

Selama 20 tahun ke depan dari 2025 hingga 2045, pemerintah NTB berfokus terhadap pengembangan sektor pariwisata dan industri pengolahan agar bisa menggeser dominasi tambang terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah.

Pemerintah setempat menyadari hanya ekonomi yang digerakkan langsung oleh masyarakat yang bisa membawa NTB menjadi daerah maju dengan pendapatan per kapita yang tinggi.

"Potensi nontambang menjadi perhatian kami agar kami selalu meningkatkan produktivitas dan diversifikasi ekonomi," kata Iswandi pula.
Baca juga: Penjualan kapal dongkrak nilai ekspor non tambang di NTB
Baca juga: Ekonom beberkan upaya peningkatan ekspor komoditas non tambang di NTB