Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memandang pentingnya keberadaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) sebagai salah satu instrumen utama dalam memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

"Regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak, menegaskan komitmen pemerintah dalam perlindungan anak. LPKA juga menerapkan Standar Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (Lemperkura) untuk memastikan kualitas layanan yang diberikan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, dalam keterangan, di Jakarta, Kamis.

Nahar menerangkan tim standarisasi Lemperkura yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga, tim ahli standardisasi, dan pemerhati anak akan melakukan pengukuran untuk memastikan lembaga-lembaga yang memberikan layanan kepada anak mematuhi standar yang ditetapkan.

"Ini adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia. Dengan berbagai langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi juga memastikan hak-hak mereka dilindungi dan dihormati," katanya.

Sepertiga dari total populasi Indonesia, yang mencapai lebih dari 79 juta jiwa, terdiri dari anak-anak.

Baca juga: KemenPPPA kawal penanganan kekerasan anak di Jakut

Namun, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Profil Anak 2023, hanya 84,33 persen dari anak-anak tersebut yang diasuh oleh kedua orang tua mereka, 4,76 persen anak tidak diasuh oleh orang tua sama sekali, 8,34 persen dengan ibu saja, dan 2,51 persen dengan ayah saja.

Kekerasan dalam pengasuhan juga menjadi faktor risiko yang dapat menyebabkan masalah psikologis pada anak.


Baca juga: Kemen PPPA: Penanganan kasus dengan korban anak harus dilakukan cepat