Presiden: Bonus demografi harus diiringi perluasan lowongan kerja
19 September 2024 16:06 WIB
Tangkapan layar - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peresmian Pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024, di Jawa Tengah, Kamis (19/9/2024) dipantau dari kanal YouTube Sekretariat Presiden. ANTARA/Benardy Ferdiansyah/am.
Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan bonus demografi Indonesia yang diprediksi mencapai puncaknya pada tahun 2030-an harus diiringi dengan perluasan kesempatan kerja.
"Kalau bapak ibu bertanya pada saya fokus ke mana ? Kalau saya sekarang maupun ke depan kita harus fokus ke pasar kerja karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan, too few jobs for too many people. Ini yang harus kita hindari," kata Presiden dalam sambutannya pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis disaksikan melalui tayangan langsung YouTube Sekretariat Presiden dari Jakarta.
Untuk itu, Presiden menyebut bonus demografi tersebut bisa menjadi sebuah kekuatan, tetapi juga bisa menjadi beban.
"Inilah tantangan paling besar yang akan melompatkan kita menjadi negara maju atau tidak. Bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya. Padahal saat ini untuk membuka lapangan kerja kita menghadapi tantangan yang sangat-sangat berat, semua negara mengalami tantangan ini," ujar Presiden.
Baca juga: Jokowi ajak sarjana ekonomi rancang hilirisasi rumput laut dan kopi
Tantangan pertama adalah perlambatan ekonomi global.
"Kita tahu 2023 dari World Bank ini (ekonomi) global hanya tumbuh 2,7 (persen) kemudian 2024 ini diperkirakan hanya muncul angka 2,6 (persen) tahun depan dari World Bank muncul angka 2,7 (persen) naik sedikit, tetapi masih jauh dari yang diharapkan oleh semua negara," tutur Presiden.
Ia pun bersyukur pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bisa mencapai 5,1 persen di 2024.
"Bisa tumbuh di kurang lebih 5,1 (persen) ini sebuah hal yang patut kita syukuri karena ekonomi global hanya tumbuh 2,6 (persen), 2,7 (persen)," ucap Presiden.
Selanjutnya tantangan kedua ialah peningkatan sistem otomasi di berbagai sektor kerja.
"Awal kita hanya otomasi mekanik, kemudian sekarang AI (kecerdasan buatan), muncul otomasi analitik, setiap hari muncul hal-hal yang baru dan kalau kita baca 2025 pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta pekerjaan akan hilang, 85 juta. Jumlah yang tidak kecil, kita dituntut untuk membuka lapangan kerja justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang karena tadi adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor," ungkapnya.
Tantangan ketiga berkaitan dengan gig economy atau ekonomi serabutan.
"Gig economy, hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik ini akan menjadi tren perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja yang freelancer, perusahaan lebih memilih kontrak jangka-jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi. Kita lihat trennya menuju ke sana," ucap Presiden.
Baca juga: Presiden Jokowi teken Keppres pemberhentian Pramono Anung dari Seskab
"Kalau bapak ibu bertanya pada saya fokus ke mana ? Kalau saya sekarang maupun ke depan kita harus fokus ke pasar kerja karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan, too few jobs for too many people. Ini yang harus kita hindari," kata Presiden dalam sambutannya pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis disaksikan melalui tayangan langsung YouTube Sekretariat Presiden dari Jakarta.
Untuk itu, Presiden menyebut bonus demografi tersebut bisa menjadi sebuah kekuatan, tetapi juga bisa menjadi beban.
"Inilah tantangan paling besar yang akan melompatkan kita menjadi negara maju atau tidak. Bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya. Padahal saat ini untuk membuka lapangan kerja kita menghadapi tantangan yang sangat-sangat berat, semua negara mengalami tantangan ini," ujar Presiden.
Baca juga: Jokowi ajak sarjana ekonomi rancang hilirisasi rumput laut dan kopi
Tantangan pertama adalah perlambatan ekonomi global.
"Kita tahu 2023 dari World Bank ini (ekonomi) global hanya tumbuh 2,7 (persen) kemudian 2024 ini diperkirakan hanya muncul angka 2,6 (persen) tahun depan dari World Bank muncul angka 2,7 (persen) naik sedikit, tetapi masih jauh dari yang diharapkan oleh semua negara," tutur Presiden.
Ia pun bersyukur pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bisa mencapai 5,1 persen di 2024.
"Bisa tumbuh di kurang lebih 5,1 (persen) ini sebuah hal yang patut kita syukuri karena ekonomi global hanya tumbuh 2,6 (persen), 2,7 (persen)," ucap Presiden.
Selanjutnya tantangan kedua ialah peningkatan sistem otomasi di berbagai sektor kerja.
"Awal kita hanya otomasi mekanik, kemudian sekarang AI (kecerdasan buatan), muncul otomasi analitik, setiap hari muncul hal-hal yang baru dan kalau kita baca 2025 pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta pekerjaan akan hilang, 85 juta. Jumlah yang tidak kecil, kita dituntut untuk membuka lapangan kerja justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang karena tadi adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor," ungkapnya.
Tantangan ketiga berkaitan dengan gig economy atau ekonomi serabutan.
"Gig economy, hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik ini akan menjadi tren perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja yang freelancer, perusahaan lebih memilih kontrak jangka-jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi. Kita lihat trennya menuju ke sana," ucap Presiden.
Baca juga: Presiden Jokowi teken Keppres pemberhentian Pramono Anung dari Seskab
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: