Kadin: prioritaskan pengusaha lokal di sektor kelautan
15 Mei 2014 13:32 WIB
Ilustrasi. Wisatawan menikmati pemandangan Bawah laut ketika berwisata bawah air di pantai Pulau Gosong, Kepulauan Biawak, Indramayu, Jabar, Sabtu (23/4). (ANTARA/Dedhez Anggara)
Manado (ANTARA News) - Pemerintah harus menjamin pengusaha di sektor kelautan, terutama yang berasal dari masyarakat lokal, untuk mendapat akses termudah dalam pemanfaatan potensi kelautan seperti wisata bahari, dibandingkan pengusaha atau pelancong asing, kata Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
"Harus diprioritaskan untuk pelaku usaha setempat. Caranya dapat bermitra dengan BUMD, atau BUMN. Jika terpaksa dengan asing, bobot kepemilikan usahanya harus sama," kata Wakil Ketua Kadin bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto, setelah forum diskusi BPSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam rangkaian WCRC, Manado, Sulut, Kamis.
BPSDM KKP di acara sela "Konferensi Terumbu Karang Dunia" (WCRC) menggelar forum diskusi dengan lebih dari 100 peserta dari kalangan usaha, organisasi nonpemerintah, dan lainnya, untuk memformulasikan kurikulum pendidikan kelautan terutama untuk masyarakat pesisir, yang sesuai dengan RPJMN 2015-2019.
Kadin sebagai unsur pengusaha, kata Yugi, akan membantu segala upaya pendidikan, penyuluhan dan pelatihan masyarakat pesisir untuk dapat mengoptimalkan potensi kelautan di wilayahnya. Hal itu diupayakan, agar potensi kelautan, seperti usaha wisata bahari, yang selama ini, kerap dijalankan oleh pengusaha asing, dapat kembali "direbut" oleh pengusaha lokal.
Menurut dia, pemerintah juga harus mendorong upaya optimalisasi itu, terutama dari segi pembiayaan, mengingat sektor perbankan masih menganggap sebagian besar sektor kelautan ini kurang prospektif.
"Kendalanya, agak susah memotivasi masyarakat untuk berusaha. Mekaniksmenya rumit, bunga banknya besar. Uang pangkalnya juga harus besar, perlu ada special treatment (dari pemerintah)," ujarnya.
Selain akses pembiayan, peningkatan kapasitas masyarakat pesisir untuk pemanfaatan potensi kelautan harus menjadi upaya berkelanjutan, agar masyarakat pesisir tidak hanya menjadi pengawai, namun menjadi pengusaha.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad pada Selasa (6/5) di Jakarta, mengatakan terdapat lebih dari 50 pulau di Indonesia, yang pusat wisata baharinya dikelola oleh investor asing.
Beberapa wilayah yang kaya potensi wisata bahari dan diisi oleh investor asing tidak terdaftar, kata Sudirman, adalah wilayah Raja Ampat, Papua dan juga Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Sekolah Konservasi Wakatobi
Sementara itu, Kepala BPSDM KKP Suseno Sukoyono mengatakan pendidikan kelautan, seperti yang diterapkan di Sekolah Konservasi Kelautan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dapat menjadikan masyarakat pesisir sebagai wirausaha di daerahnya yang lebih makmur dibanding pengusaha asing, namun tetap bertanggung jawab untuk kelestarian alam.
"Sesuai Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kita harus mengembangkan potensi SDM ini terutama di sektor-sektor yang potensial di kelautan," katanya.
Sekolah di Wakatobi itu mampu menampung dua ribu peserta pelatihan dari masyarakat umum menerapkan pendidikan manajemen konservasi, manajemen keanekaragaman hayati, dan "Ocean Engineering".
Dia mengaku kurikulum pendidikan sebelumnya memang tidak mengatur sektor kelautan seperti pemanfaatan potensi bahari dan nilai ekonomi di kawasan konservasi. Padahal, kata dia, potensi dari sektor kelautan, seharusnya dapat dinikmati pertama kali oleh masyarakat setempat.
"Maka itu, kami ingin cipatakan masyarakat ini yang membuat pasar, bukan hanya mengikuti pasar," ujarnya.
"Harus diprioritaskan untuk pelaku usaha setempat. Caranya dapat bermitra dengan BUMD, atau BUMN. Jika terpaksa dengan asing, bobot kepemilikan usahanya harus sama," kata Wakil Ketua Kadin bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto, setelah forum diskusi BPSDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam rangkaian WCRC, Manado, Sulut, Kamis.
BPSDM KKP di acara sela "Konferensi Terumbu Karang Dunia" (WCRC) menggelar forum diskusi dengan lebih dari 100 peserta dari kalangan usaha, organisasi nonpemerintah, dan lainnya, untuk memformulasikan kurikulum pendidikan kelautan terutama untuk masyarakat pesisir, yang sesuai dengan RPJMN 2015-2019.
Kadin sebagai unsur pengusaha, kata Yugi, akan membantu segala upaya pendidikan, penyuluhan dan pelatihan masyarakat pesisir untuk dapat mengoptimalkan potensi kelautan di wilayahnya. Hal itu diupayakan, agar potensi kelautan, seperti usaha wisata bahari, yang selama ini, kerap dijalankan oleh pengusaha asing, dapat kembali "direbut" oleh pengusaha lokal.
Menurut dia, pemerintah juga harus mendorong upaya optimalisasi itu, terutama dari segi pembiayaan, mengingat sektor perbankan masih menganggap sebagian besar sektor kelautan ini kurang prospektif.
"Kendalanya, agak susah memotivasi masyarakat untuk berusaha. Mekaniksmenya rumit, bunga banknya besar. Uang pangkalnya juga harus besar, perlu ada special treatment (dari pemerintah)," ujarnya.
Selain akses pembiayan, peningkatan kapasitas masyarakat pesisir untuk pemanfaatan potensi kelautan harus menjadi upaya berkelanjutan, agar masyarakat pesisir tidak hanya menjadi pengawai, namun menjadi pengusaha.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad pada Selasa (6/5) di Jakarta, mengatakan terdapat lebih dari 50 pulau di Indonesia, yang pusat wisata baharinya dikelola oleh investor asing.
Beberapa wilayah yang kaya potensi wisata bahari dan diisi oleh investor asing tidak terdaftar, kata Sudirman, adalah wilayah Raja Ampat, Papua dan juga Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Sekolah Konservasi Wakatobi
Sementara itu, Kepala BPSDM KKP Suseno Sukoyono mengatakan pendidikan kelautan, seperti yang diterapkan di Sekolah Konservasi Kelautan di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dapat menjadikan masyarakat pesisir sebagai wirausaha di daerahnya yang lebih makmur dibanding pengusaha asing, namun tetap bertanggung jawab untuk kelestarian alam.
"Sesuai Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kita harus mengembangkan potensi SDM ini terutama di sektor-sektor yang potensial di kelautan," katanya.
Sekolah di Wakatobi itu mampu menampung dua ribu peserta pelatihan dari masyarakat umum menerapkan pendidikan manajemen konservasi, manajemen keanekaragaman hayati, dan "Ocean Engineering".
Dia mengaku kurikulum pendidikan sebelumnya memang tidak mengatur sektor kelautan seperti pemanfaatan potensi bahari dan nilai ekonomi di kawasan konservasi. Padahal, kata dia, potensi dari sektor kelautan, seharusnya dapat dinikmati pertama kali oleh masyarakat setempat.
"Maka itu, kami ingin cipatakan masyarakat ini yang membuat pasar, bukan hanya mengikuti pasar," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: