"Walaupun memang global market merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan industri nasional, tetapi artinya tidak melulu kinerja dari industri manufaktur di tanah air ini berkaitan dengan global market. Ekspor naik, kenapa PMI turun," kata Menperin saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Hal tersebut dikatakan Menperin menanggapi adanya perbedaan antara neraca dagang Indonesia yang surplus pada Agustus 2024 dan kontraksi Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur pada periode yang sama.
Dirinya mengatakan perlu adanya peningkatan kolaborasi antarsemua pihak yang dapat memberikan ruang tumbuh bagi industri nasional, seperti pemberian insentif, serta pembatasan produk impor murah yang menggerus daya saing industri domestik.
"Kita melihat bahwa challenge yang dihadapi oleh industri manufaktur kan impor. Impor itu bisa impor ilegal, itu juga problem tersendiri, atau impor legal akibat dari regulasi kita yang tidak pro industri. Barang-barang yang legal itu yang murah-murah, pasti industri kita tidak bisa," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor nonmigas Agustus 2024 ke-13 negara tujuan mencapai 16,22 miliar dolar AS atau naik 9,26 persen dibanding Juli 2024 sebesar 14,85 miliar dolar AS.
Sedangkan, jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2023, maka total nilai ekspor nonmigas tercatat mengalami peningkatan sebesar 6,34 persen.
Sementara, pada periode yang sama, S&P Global Market Intelligence merilis PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi menjadi 48,9 poin atau turun 0,4 poin secara bulanan.
Namun, menurut dia, kontraksi itu dipercaya hanya berlangsung sementara.
Baca juga: Menperin kembali ingatkan alasan kontraksi PMI manufaktur
Baca juga: Kemenperin sebut industri manufaktur serap 18,82 juta pekerja
Baca juga: Kemenperin: Industri 4.0 dorong keberlanjutan sektor manufaktur