Taiyuan (ANTARA) - Di Kota Datong, Provinsi Shanxi, China utara, sebuah area penurunan tanah tambang batu bara yang sempat rusak akibat berbagai aktivitas penambangan kini dihiasi oleh deretan panel surya yang berkilauan.

Basis fotovoltaik seluas sekitar 3.333 hektare itu telah menghasilkan lebih dari 12 miliar kilowatt-jam (kWh) energi hijau sejak 2016.

"Basis fotovoltaik ini melambangkan transisi energi negara ini. Lebih dari delapan tahun beroperasi, basis ini memvalidasi keandalan produk fotovoltaik," ujar Yin Xulong, pemimpin Yingli Solar Co., Ltd., salah satu pemasok panel surya.

Pada Taiyuan Energy Low Carbon Development Forum yang baru-baru ini digelar di Taiyuan, ibu kota Shanxi, Francesco La Camera, direktur jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency), menyoroti kontribusi signifikan China terhadap ekspansi energi terbarukan global dalam pidatonya.

Pada 2023, China menyumbangkan 63 persen dari total kapasitas terpasang energi terbarukan baru dunia.

Per akhir Juli tahun ini, kapasitas terpasang energi terbarukan mencapai 1,68 miliar kilowatt, yang mencakup lebih dari 54 persen dari total kapasitas listrik terpasang di negara tersebut.

Di Shanxi, proporsi kapasitas terpasang dari energi baru dan bersih meningkat dari 33,9 persen pada 2019 menjadi 47,2 persen pada paruh pertama 2024, sementara proporsi listrik yang dihasilkan dari sumber-sumber ini meningkat dari 18,1 persen menjadi 28,2 persen pada periode yang sama.

Shanxi memiliki keunggulan unik dalam pengembangan sumber energi ramah lingkungan. Sebagai contoh, gas oven kokas, produk sampingan dari produksi kokas, mengandung sekitar 60 persen hidrogen, menjadikannya sebagai sumber yang hemat biaya untuk produksi hidrogen.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan baja dan kokas di provinsi ini, seperti Jinnan Steel Group, Meijin Energy, dan Pengfei Group, berlomba-lomba memasuki sektor energi hidrogen.

Per akhir tahun lalu, kapasitas Shanxi untuk memproduksi hidrogen dengan kemurnian tinggi dari gas oven kokas, gas buang kimia, dan elektrolisis mencapai 31.000 ton per tahun, dan jumlah kendaraan sel bahan bakar hidrogen yang beroperasi telah meningkat menjadi 885.

Pada Juli tahun ini, delegasi dari dua provinsi penghasil batu bara di Indonesia mengunjungi Shanxi. Di perusahaan-perusahaan energi seperti Meijin Energy, para pengunjung terkesan dengan upaya-upaya konkret China untuk mentransformasi sektor energi tradisionalnya.

Putra Adhiguna, direktur pelaksana Energy Shift Institute, mengatakan bahwa industri-industri yang ada di Shanxi dimanfaatkan dengan baik sebagai batu loncatan untuk transformasi ramah lingkungan, dan China melihat pergeseran ini bukan hanya sebagai tantangan, melainkan juga sebagai peluang yang signifikan.

Dalam Pameran Industri Energi Internasional (Taiyuan) China yang baru-baru ini digelar, berbagai objek pameran inovatif, termasuk teknologi penambangan pintar dan platform kontrol darat yang terinspirasi dari kapsul antariksa, memukau para pengunjung.

Pada Maret tahun ini, sebuah platform pintar diluncurkan untuk menyimpan data dalam jumlah besar dari 400 lebih tambang batu bara di Shanxi. Platform ini menggunakan pelatihan model besar untuk membantu perusahaan menurunkan hambatan dalam pengembangan teknologi dan mempercepat inovasi produk-produk pintar.

Berkat perkembangan pesat teknologi penambangan pintar, konsumsi energi per unit Produk Domestik Bruto (PDB) provinsi tersebut menurun secara kumulatif sebesar 10,9 persen sejak 2021.

"Kapasitas terpasang kumulatif energi terbarukan di China saat ini menyumbang sekitar 40 persen dari total global, dan ekspor produk tenaga angin dan tenaga surya China berkontribusi terhadap pengurangan 810 juta ton emisi karbon untuk negara-negara lain," ujar Lu Junling, kepala ekonom di Administrasi Energi Nasional (National Energy Administration/NEA) China.

Lu menambahkan bahwa kerja sama internasional harus diperkuat di bidang-bidang energi seperti tenaga angin, tenaga surya, tenaga hidrogen, penyimpanan, dan teknologi energi pintar. Dukungan untuk pengembangan energi ramah lingkungan dan rendah karbon di negara-negara berkembang harus diintensifkan, dan peluang-peluang baru untuk kemitraan energi yang terdiversifikasi harus dieksplorasi secara aktif.