Jakarta (ANTARA) - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengatakan surplus perdagangan pada Agustus 2024 ditopang oleh ekspor yang lebih tinggi dan penurunan impor.

"Kenaikan tajam dalam surplus perdagangan didorong oleh ekspor yang lebih tinggi dan penurunan impor,” kata Riefky di Jakarta, Rabu.

Riefky menuturkan ekspor melonjak karena kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO), sedangkan impor anjlok akibat penurunan harga minyak.

Indonesia mencatatkan surplus perdagangan ke-52 kalinya secara berturut-turut pada Agustus 2024, mencapai 2,90 miliar dolar AS, meningkat secara signifikan dari 0,47 miliar dolar AS pada Juli 2024.

Capaian itu merupakan peningkatan empat kali lipat dari bulan sebelumnya, meskipun neraca perdagangan turun 6,96 persen year on year (yoy) dari Agustus 2023.

Ekspor pada Agustus 2024 mencapai 23,56 miliar dolar AS, meningkat 5,97 persen month to month (mtm) dari Juli 2024, melanjutkan tren kenaikan sejak April 2024.

Sebaliknya, impor turun 4,93 persen mtm menjadi 20,67 miliar dolar AS pada Agustus 2024, turun dari 21,74 miliar dolar AS pada Juli 2024.

Merinci data ekspor, ekspor nonmigas mengalami peningkatan yang signifikan, naik menjadi 22,36 miliar dolar AS pada Agustus 2024 dari 20,81 miliar dolar AS pada Juli 2024, atau tumbuh 7,43 persen mtm.

Pertumbuhan itu sebagian didorong oleh kinerja yang kuat pada ekspor lemak dan minyak hewani dan nabati, yang melonjak 24,50 persen mtm menjadi 2,39 miliar dolar AS dipicu oleh kenaikan harga minyak kelapa sawit pada akhir Agustus. Antara 16 Agustus dan 30 Agustus 2024, harga minyak kelapa sawit Malaysia naik 8,10 persen.

Di sisi lain, ekspor minyak dan gas turun 15,41 persen mtm, dari 1,42 miliar dolar AS pada Juli 2024 menjadi 1,20 miliar dolar AS pada Agustus 2024 karena harga minyak global yang lebih rendah. Rata-rata harga minyak mentah WTI dan Brent masing-masing turun sebesar 6,26 persen mtm dan 5,63 persen mtm.

Di sisi impor, penurunan pada Agustus 2024 didorong oleh penurunan impor migas dan nonmigas. Impor migas turun tajam sebesar 25,56 persen mtm dari 3,56 miliar dolar AS pada Juli 2024 menjadi 2,65 miliar dolar AS pada Agustus 2024.

Penurunan tajam tersebut mencerminkan dampak dari penurunan harga minyak global yang sebagian didorong oleh sentimen negatif pasar.

Faktor utama di balik sentimen itu termasuk kekhawatiran atas melemahnya permintaan minyak dari Tiongkok, perkiraan permintaan minyak yang lebih rendah dari OPEC, dan perkiraan pertumbuhan produksi yang lebih rendah oleh EIA.

Selain itu, apresiasi rupiah sebesar 2,88 persen mtm pada Agustus 2024 juga berkontribusi pada penurunan impor dengan membuat barang-barang luar negeri relatif lebih murah.

Impor nonmigas juga turun tipis sebesar 0,89 persen mtm, dari 18,18 miliar dolar AS pada Juli 2024 menjadi 18,02 miliar dolar AS pada Agustus 2024.

Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan impor mesin, peralatan mekanik, dan suku cadang sebesar 6,30 persen mtm, yang menunjukkan kemungkinan perlambatan produksi industri karena produsen mengurangi pembelian input produksi.

"Tren ini lebih lanjut dibuktikan dengan penurunan impor bahan baku. Kontraksi impor sejalan dengan penurunan PMI Manufaktur, yang turun menjadi 48,9 pada Agustus 2024, menandai kontraksi bulan kedua berturut-turut," ujarnya.

Baca juga: BPS: CPO dan tembaga dorong pertumbuhan ekspor nonmigas Agustus 2024
Baca juga: BPS: Secara tahunan ekspor nonmigas RI ke AS Agustus 2024 meningkat