Jakarta (ANTARA) - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky memperkirakan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga BI-Rate tetap di level 6,25 persen pada September 2024.

"Bank Indonesia perlu mempertahankan BI Rate di level 6,25 persen untuk mencegah volatilitas mata uang dan mengelola risiko dari arus modal keluar secara tiba-tiba," kata Riefky di Jakarta, Rabu.

Ia menuturkan, meskipun tingkat inflasi saat ini, penguatan rupiah, dan ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed pada September 2024 menciptakan latar belakang yang menguntungkan, Bank Indonesia harus mempertahankan BI rate di 6,25 persen pada pertemuan bulan September.

Bank Indonesia akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI September 2024 pada sore hari ini, termasuk besaran suku bunga BI-Rate yang dinantikan pelaku pasar.

Pendekatan tersebut akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang dan mengelola risiko yang terkait dengan arus keluar modal secara tiba-tiba.

Pada Agustus 2024, inflasi umum Indonesia sedikit menurun menjadi 2,12 persen year on year (yoy) dari 2,13 persen pada Juli 2024, terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan.

Inflasi inti naik menjadi 2,02 persen (yoy), didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan, kopi, dan pendidikan. Rupiah menguat menjadi Rp15.395 per dolar AS pada pertengahan September, didukung oleh arus modal masuk yang kuat, dan cadangan devisa mencapai rekor 150,2 miliar dolar AS.

Dengan hampir pastinya pemotongan suku bunga acuan oleh The Fed, Indonesia dan negara berkembang lainnya terdampak positif dengan adanya arus modal masuk dan penguatan mata uang.

Lebih lanjut, tingkat harga domestik di Indonesia sedang mengalami tren disinflasi. Kombinasi dari berlanjutnya penguatan rupiah dan perlambatan inflasi membuka ruang gerak BI untuk memotong suku bunga acuan dalam rangka meningkatkan permintaan agregat dan pertumbuhan sektor riil.

Tetapi, sejauh ini tingkat inflasi masih dalam koridor target BI dan masih adanya potensi berbaliknya arus modal asing keluar dari Indonesia. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, menurut Riefky, pemotongan suku bunga oleh BI belum terlalu mendesak untuk dilakukan pada September 2024.

Menunda pemotongan suku bunga acuan juga berpotensi menguntungkan posisi BI dengan lebih lebarnya ruang gerak BI dalam melakukan pelonggaran moneter di sisa tahun 2024 apabila dibutuhkan.

“Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur September ini,” ujarnya.

Baca juga: Rupiah meningkat di tengah pasar nantikan hasil RDG BI dan FOMC AS
Baca juga: BSI respons positif prediksi pemangkasan suku bunga The Fed
Baca juga: Rupiah naik dipicu oleh peningkatan proyeksi pemotongan suku bunga Fed