“Anak-anak dari ibu dengan skor gangguan mental yang lebih tinggi memiliki perkembangan bahasa ekspresif kognitif dan motorik yang signifikan lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang ibunya memiliki skor gangguan mental umum lebih rendah,” ujar Team Lead Education dan Shared Values Studi AASH, Dr Rita Anggorowati, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikannya dalam diseminasi temuan awal profil lingkungan pembelajaran PAUD di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu.Temuan itu menyoroti hubungan antara kesehatan mental ibu dan perkembangan anak. Penelitian AASH profil lingkungan belajar PAUD dan perkembangan anak dilakukan bersama Dr. Risatianti Kolopaking dan tim. Studi tersebut menemukan bahwa anak usia 12 bulan atau satu tahun yang tidak mengalami stunting memiliki skor kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang stunting. Namun secara umum perbedaannya tidak signifikan.
Stunting baru memiliki efek yang signifikan terhadap pengembangan motorik pada anak berusia 12 bulan. Anak-anak yang tidak mengalami stunting menunjukkan skor pengembangan motorik yang lebih tinggi dengan peningkatan khusus pada keterampilan motorik kasar.
Studi tersebut juga merekomendasikan perlunya pemantauan dan dukungan kesehatan mental rutin yang harus diberikan kepada ibu dari anak-anak selama tahun-tahun perkembangan awal yang kritis atau usia nol hingga dua tahun.
“Kesehatan mental ibu adalah faktor kunci dalam perkembangan kognitif, bahasa, dan motorik anak,” kata Rita lagi.
Selain itu, perlu upaya intervensi yang fokus pada stimulasi motorik, terutama keterampilan motorik kasar untuk anak-anak yang mengalami stunting selama masa bayi.
“Ini sangat penting untuk mempromosikan pengembangan motor optimal yang menjadi dasar untuk pertumbuhan kognitif berikutnya,” imbuh dia.
Juga perlu upaya untuk memberdayakan ibu untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran awal di rumah. Selain itu, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mendaftarkan anak-anak di pusat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat meningkatkan kesiapan sekolah dan meningkatkan perkembangan anak-anak di area kunci.
Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara (India, Indonesia, Senegal) yang menjadi tim studi dalam mempelajari tipologi stunting dalam naungan AASH yang didanai oleh pemerintah Inggris melalui United Kingdom Research and Innovation Global Challenges Research Fund (UKRI-GCRF).
Di Indonesia, upaya tersebut digawangi oleh Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON).
Di Indonesia, upaya tersebut digawangi oleh Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON).
Studi interdisiplin tersebut melihat faktor anak dari sisi kecerdasan, perkembangan sosio emosional, komunikasi verbal, dan perkembangan motorik, serta lingkungan yang mendukung.
Pengambilan data yang dilakukan pada Agustus hingga September 2022 dan Maret hingga Mei 2023 itu, melihat bagaimana profil lingkungan pembelajaran anak baik yang berlangsung di sekolah dan juga lingkungan pembelajaran di rumah termasuk di dalamnya pola asuh yang dilakukan orang tua pada anaknya.
Baca juga: Studi: 33,4 persen bayi diberi makan selain ASI pada tiga hari pertama
Baca juga: Pemprov NTB-AASH berkolaborasi cegah stunting dari remaja
Pengambilan data yang dilakukan pada Agustus hingga September 2022 dan Maret hingga Mei 2023 itu, melihat bagaimana profil lingkungan pembelajaran anak baik yang berlangsung di sekolah dan juga lingkungan pembelajaran di rumah termasuk di dalamnya pola asuh yang dilakukan orang tua pada anaknya.
Baca juga: Studi: 33,4 persen bayi diberi makan selain ASI pada tiga hari pertama
Baca juga: Pemprov NTB-AASH berkolaborasi cegah stunting dari remaja