Jakarta (ANTARA) - Di Indonesia, daging biawak dikonsumsi oleh kalangan yang meyakini bahwa hewan yang sering ditemui di sungai dan rawa-rawa itu mengandung khasiat untuk kesehatan.

Biawak seringkali dikaitkan dengan hewan dhab (kadal gurun). Hal itu membuat salah kaprah sejumlah kalangan sehingga mengganggap biawak halal. Lantas, bagaimana pandangan dalam Islam mengonsumsi daging biawak halal atau haram?

Hewan dhab salah satu hewan yang dagingnya halal untuk dikonsumsi oleh umat muslim. Melansir NU Online, dalam mendeskripsikan hewan dhab, Imam al-Qulyubi menjelaskan:

(قَوْلُهُ وَضَبٌّ) وَهُوَ حَيَوَانٌ يُشْبِهُ الْوَرَلَ يَعِيْشُ نَحْوَ سَبْعِمِائَةِ سَنَةٍ وَمِنْ شَأْنِهِ أَنَّهُ لاَ يَشْرَبُ الْمَاءَ. وَأَنَّهُ يَبُوْلُ فِيْ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا مَرَّةً وَأَنَّهُ لِلأُنْثَى مِنْهُ فَرْجَانِ وَلِلذَّكَرِ ذَكَرَانِ.

Artinya: “Binatang dhab adalah binatang yang menyerupai biawak yang hidup sekitar tujuh ratus tahun. Sebagian dari spesifikasi binatang ini adalah tidak minum air dan kencing satu kali dalam empat puluh hari. Hewan dhab yang betina mempunyai dua alat kelamin, dan yang jantan pun mempunyai dua alat kelamin” (Syihabuddin al-Qulyubi, Hasyiyah al-Qulyubi ‘ala al-Minhaj, (Indonesia: al-Haramain), Juz IV, Hal. 259).

Berdasarkan hal tersebut, meskipun keduanya memiliki kemiripan bentuk fisik, namun dhab dengan biawak berbeda. Hewan dhab lebih kecil dari biawak, lebih tepat diterjemahkan sebagai kadal gurun.

Hewan dhab hidupnya berada di padang pasir dan memakan rerumputan serta belalang, sehingga hewan ini tidak tergolong hewan buas. Jadi, hewan dhab dengan biawak berbeda.

Nah, perbedaan jenis kedua hewan ini tentunya mempengaruhi status hukum untuk dikonsumsi. Jika mengonsumsi hewan dhab kehalalannya ditegaskan dalam beberapa hadits dan diperbolehkan.

Sedangkan daging biawak dianggap sebagai sesuatu yang haram atau tidak halal untuk dikonsumsi. Hal ini misalnya ditegaskan dalam kitab Bulghah at-Thullab berikut:

الحَيَوَانُ المَعْرُوْفُ عِنْدَنَا المُسَمَّى بِنْيَاوَاكْ سَلِيْرَا لَيْسَ هُوَ الضَّبُّ فَيَحْرُمُ أَكْلُهُ

Artinya: “Hewan yang dikenal di kalangan (sekitar) kita dengan nama biawak seliro itu sejatinya bukanlah binatang dlabb, maka haram mengonsumsinya” (KH Thoifur Ali Wafa, Bulghah at-Thullab, Hal. 357).

Jadi, mengonsumsi daging biawak hukumnya haram. Biawak termasuk binatang buas yang bertaring, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ [رواه مسلم].

Dari Abu Hurairah ra (diriwayatkan), dari Nabi SAW beliau bersabda: Setiap yang bertaring dari binatang buas, maka memakannya adalah haram (HR. Muslim no. 1933).


Baca juga: Kenapa makan daging babi haram dalam Islam?

Baca juga: Memaknai kehadiran merpati di dua masjid suci

Baca juga: Wapres sebut penyempurnaan konstitusi bukan hal yang haram