Jakarta (ANTARA) - Organisasi Muslim Indonesia untuk Aksi Bersama Mengatasi Perubahan Iklim (MOSAIC) memandang optimistis program Hutan Wakaf yang diinisiasi pemerintah menjadi prospek strategis Indonesia dalam menjawab tantangan perubahan iklim global.

Pimpinan Proyek MOSAIC Aldy Permana dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa jumlah luas hutan wakaf di Indonesia saat ini terus berkembang menjadi mencapai 10 hektare. Dari luas tersebut diketahui 2,5 hektarenya berada di Bogor, Jawa Barat.

“Program tersebut dapat terus berjalan karena adanya partisipasi holistik, termasuk swasta, dalam mendukung pemerintah untuk memenuhi target Net Zero dalam Paris Agreement,” katanya pada acara ESG Summit 2024 bertema ‘Sehati untuk Bumi’ di Gedung Bursa Efek Jakarta itu.

Berdasarkan data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan, sampai dengan 2023 didapati lonjakan suhu permukaan bumi hingga 1,45 derajat Celsius atau hanya terpaut 0,05 derajat dari ambang batas peningkatan suhu permukaan yang disepakati negara-negara dunia, termasuk Indonesia, dalam konferensi Paris Agreement pada 2015 yakni setinggi 1,5 derajat Celsius.

Karena itu, Aldy memastikan, sebagai organisasi masyarakat madani pihaknya siap berkolaborasi membantu meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan hutan wakaf untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang kian memprihatinkan.

Hal tersebut sebagaimana yang sedang dilakukan pada hutan wakaf di Desa Cibunian, Bogor, kata dia, upaya ini berfokus pada ekstensifikasi berupa perluasan lahan dan intensifikasi penanaman pohon dan program lainnya yang juga akan bermanfaat secara ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakat setempat.

Selain itu, pihaknya juga melaksanakan berbagai inisiatif sedekah energi, yakni dengan membantu penyediaan panel surya sebagai pembangkit listrik pada masjid di Sembalun Nusa Tenggara Barat dan Bantul, Yogyakarta.

Ia menyebutkan, inisiatif ini diharapkan bisa mendorong lebih banyak partisipasi masyarakat untuk mendukung rumah ibadah Indonesia terlibat dalam aksi iklim karena dapat mengakses listrik dari sumber energi terbarukan secara mandiri.

Sementara itu, Co-Founder Purpose Climate Lab Indonesia Rika Novayanti mengatakan, hutan wakaf bukan hanya inisiatif yang strategis untuk mengatasi perubahan iklim tapi potensi monetasi karbon bersama pihak swasta di Indonesia.

“Ketika pemerintah menghitung NDC, kontribusi dari pihak swasta tidak dimasukkan dalam kalkulasi tersebut, sehingga memberikan peluang pihak swasta untuk monetizing karbon,” katanya.

Maka dari itu, ia berharap, program ini dapat melakukan valuasi nilai karbon dari hutan wakaf yang dikembangkan sehingga menjangkau banyak pihak swasta untuk turut berkontribusi pada aksi menghadapi krisis iklim secara berkelanjutan.