PAEI sarankan aksara kuno dikenalkan di sekolah lewat ekstrakurikuler
16 September 2024 15:44 WIB
Ketua Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) Ninie Susanti (kiri) menjelaskan makna dari replika arca Dhyani Buddha Vairocana pada pembukaan Pameran Literasi Aksara Gata di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, Senin (16/9/2024). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) menyarankan aksara kuno dapat dikenalkan di sekolah lewat ekstrakurikuler agar anak-anak bisa memahami pentingnya mempelajari warisan budaya untuk mengenal pesan penting dari peninggalan kebudayaan di daerahnya.
“Dengan mengenali aksara, di situ ada adat-istiadat, pesan moral, dan lain sebagainya. Sebetulnya, baik masyarakat umum maupun anak-anak kalau diajari aksara kuno itu senang, jadi saya pikir ini harus ada di dalam satu ekstrakurikuler atau pelajaran tambahan yang mengajarkan aksara-aksara daerah mereka,” kata Ketua PAEI Ninie Susanti di Jakarta Pusat, Senin.
Ninie menyampaikan hal tersebut pada Pameran Literasi Aksara Gata yang diselenggarakan oleh PAEI berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, dan berbagai pihak lain di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat.
“Jadi tidak hanya aksara asing yang mereka pelajari di sekolah, tetapi aksara daerahnya karena kalau kita lihat, peninggalan masa lalu itu sarat dengan pesan,” ujar dia.
Baca juga: Kemendikbud gandeng komunitas kenalkan aksara kuno pada masyarakat
Baca juga: Perpusnas lakukan percepatan alih aksara dan bahasa naskah kunoBaca juga: Puluhan aksara kuno babad-lontar Suku Sasak dipamerkan Museum NTB
Baca juga: Tiga kiat melestarikan aksara Jawa kuno
Ia mengemukakan komunitas seperti PAEI selama ini secara sukarela mengajarkan huruf kuno kepada generasi muda sebagai bagian dari pelestarian dan pemajuan kebudayaan.
“Jadi kita membuat jejaring, dan dengan sukarela mengajarkan, begitu. Ada satu kepuasan tersendiri ketika kita bisa mengajarkan huruf kuno kepada generasi muda, dan sekolah bisa melalui itu (ekstrakurikuler), kemudian menumbuhkan semangat dan rasa cinta, itu luar biasa karena itu bagian dari kita, melekat di diri kita semua,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Judi Wahjudin mengemukakan ilmu tentang epigrafi atau cabang arkeologi yang mempelajari tentang peninggalan benda tertulis memang tidak diwajibkan masuk dalam kurikulum, tetapi dapat disosialisasikan melalui program terkait, misalnya gerakan seniman masuk sekolah.
“Kalau masuk kurikulum akan membebani siswa dan guru, jadi bisa lewat program, tetapi senimannya diperluas, tidak hanya seniman pelaku budaya tradisi dan lain-lain, tetapi juga terkait pakar atau ahli tulisan tradisional, baik prasasti maupun naskah kuno, itu yang harus dikreasikan ulang dan diperluas,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya, perlu memberdayakan para maestro seni lokal untuk mengenalkan aksara kuno kepada masyarakat.
“Maestro sendiri selama ini lebih ke seni tradisi dan lain-lain, padahal banyak juga maestro lokal yang memahami terkait tulisan-tulisan kuno. Mungkin itu bisa diusulkan secara formal bagi EPAI dan komunitas-komunitas untuk membuat program-program yang sudah ada,” kata dia.
Pameran Literasi Aksara Gata dibuka hari ini hingga Sabtu (28/9) mendatang di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat. Ada ratusan aksara kuno Nusantara yang dipamerkan baik berupa abklats, replika, negatif kaca, dan cetakan logam koleksi Direktorat Jenderal Kebudayaan, BRIN, maupun FIB UI.
Sebagian besar aksara kuno yang diterjemahkan merupakan syair yang memuat pesan-pesan luhur dari para leluhur yang kaya akan nasihat bijaksana tentang hubungan alam dengan manusia.*
“Dengan mengenali aksara, di situ ada adat-istiadat, pesan moral, dan lain sebagainya. Sebetulnya, baik masyarakat umum maupun anak-anak kalau diajari aksara kuno itu senang, jadi saya pikir ini harus ada di dalam satu ekstrakurikuler atau pelajaran tambahan yang mengajarkan aksara-aksara daerah mereka,” kata Ketua PAEI Ninie Susanti di Jakarta Pusat, Senin.
Ninie menyampaikan hal tersebut pada Pameran Literasi Aksara Gata yang diselenggarakan oleh PAEI berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia, dan berbagai pihak lain di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat.
“Jadi tidak hanya aksara asing yang mereka pelajari di sekolah, tetapi aksara daerahnya karena kalau kita lihat, peninggalan masa lalu itu sarat dengan pesan,” ujar dia.
Baca juga: Kemendikbud gandeng komunitas kenalkan aksara kuno pada masyarakat
Baca juga: Perpusnas lakukan percepatan alih aksara dan bahasa naskah kunoBaca juga: Puluhan aksara kuno babad-lontar Suku Sasak dipamerkan Museum NTB
Baca juga: Tiga kiat melestarikan aksara Jawa kuno
Ia mengemukakan komunitas seperti PAEI selama ini secara sukarela mengajarkan huruf kuno kepada generasi muda sebagai bagian dari pelestarian dan pemajuan kebudayaan.
“Jadi kita membuat jejaring, dan dengan sukarela mengajarkan, begitu. Ada satu kepuasan tersendiri ketika kita bisa mengajarkan huruf kuno kepada generasi muda, dan sekolah bisa melalui itu (ekstrakurikuler), kemudian menumbuhkan semangat dan rasa cinta, itu luar biasa karena itu bagian dari kita, melekat di diri kita semua,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Judi Wahjudin mengemukakan ilmu tentang epigrafi atau cabang arkeologi yang mempelajari tentang peninggalan benda tertulis memang tidak diwajibkan masuk dalam kurikulum, tetapi dapat disosialisasikan melalui program terkait, misalnya gerakan seniman masuk sekolah.
“Kalau masuk kurikulum akan membebani siswa dan guru, jadi bisa lewat program, tetapi senimannya diperluas, tidak hanya seniman pelaku budaya tradisi dan lain-lain, tetapi juga terkait pakar atau ahli tulisan tradisional, baik prasasti maupun naskah kuno, itu yang harus dikreasikan ulang dan diperluas,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya, perlu memberdayakan para maestro seni lokal untuk mengenalkan aksara kuno kepada masyarakat.
“Maestro sendiri selama ini lebih ke seni tradisi dan lain-lain, padahal banyak juga maestro lokal yang memahami terkait tulisan-tulisan kuno. Mungkin itu bisa diusulkan secara formal bagi EPAI dan komunitas-komunitas untuk membuat program-program yang sudah ada,” kata dia.
Pameran Literasi Aksara Gata dibuka hari ini hingga Sabtu (28/9) mendatang di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat. Ada ratusan aksara kuno Nusantara yang dipamerkan baik berupa abklats, replika, negatif kaca, dan cetakan logam koleksi Direktorat Jenderal Kebudayaan, BRIN, maupun FIB UI.
Sebagian besar aksara kuno yang diterjemahkan merupakan syair yang memuat pesan-pesan luhur dari para leluhur yang kaya akan nasihat bijaksana tentang hubungan alam dengan manusia.*
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024
Tags: