AS sebut kunjungan Putin ke Krimea "provokatif"
10 Mei 2014 04:53 WIB
Pekerja memasang papan baru di gedung parlemen lokal di Simferopol, Rabu (19/3). Presiden Rusia Vladimir Putin yang membantah protes Ukraina dan sanksi Barat, menandatangani pakta yang menyatakan masuknya Krimea sebagai bagian dari Rusia namun ia tidak berencana untuk mencaplok kawasan Ukraina yang lain. Tulisan di gedung tersebut: "Dewan Negara Republik Krimea". (REUTERS/Thomas Peter)
Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat pada Jumat mengecam kunjungan yang dilakukan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Krimea dengan menyebutnya sebagai tindakan "provokatif" dan memperingatkan kunjungan itu hanya akan memperburuk ketegangan di Ukraina.
"Kami tidak menerima pencaplokan ilegal yang dilakukan Rusia terhadap Krimea. Kunjungan seperti itu hanya akan memperparah ketegangan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Laura Magnuson, lapor AFP.
Putin secara tiba-tiba berkunjung ke pelabuhan Krimea, Sebastopol, untuk memeriksa pasukan angkatan laut Rusia sebagai bagian dari perayaan yang menandai kemenangan Soviet dari Nazi pada Perang Dunia II.
Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki menggambarkan kunjungan itu "provokatif dan tidak perlu dilakukan."
"Krimea adalah milik Ukraina," tambahnya.
Ia berbicara mengenai semenanjung milik Ukraina di bagian selatan yang dicaplok oleh Moskow setelah dilangsungkannya referendum oleh para pemberontak pro-Rusia pada Maret.
Krisis itu telah melebar ke Ukraina bagian timur dengan Kiev harus berjuang untuk menghalangi terjadinya upaya pemisahan serupa oleh para militan pro-Rusia.
Ketegangan di Ukraina tampaknya akan menjadi pembahasan di sela-sela kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke London pada pekan depan.
Pekan depan, ia dijadwalkan melakukan pertemuan dengan mitra-mitranya untuk membahas masalah Suriah.
Kerry telah melakukan pembicaraan dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov, melalui telepon, Jumat.
Keduanya membahas upaya untuk menurunkan ketegangan di lapangan.
"Apa yang kita tunggu saat ini adalah tindakan nyata," kata Psaki, setelah Rusia mendesak para separatis untuk menghentikan penyelenggaraan referendum baru di kota-kota Ukraina bagian timur, Minggu.
"Jika krisis ini akan berakhir, kita perlu melihat mereka merealisasikan pernyataan-pernyataan mereka," kata Psaki.
"Jadi, kalau mereka serius tentang apa yang mereka katakan, mereka perlu mengatakan kepada para separatis agar meletakkan senjata untuk membebaskan orang-orang yang sedang ditawan."
Ia juga mengutuk kekerasan yang terjadi di kota Ukraina sebelah tenggara, Mariupol, tempat 21 orang tewas dalam pertikaian antara pasukan Ukraina dan para pemberontak pro-Rusia.
Penerjemah: Tia Mutiasari
"Kami tidak menerima pencaplokan ilegal yang dilakukan Rusia terhadap Krimea. Kunjungan seperti itu hanya akan memperparah ketegangan," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Laura Magnuson, lapor AFP.
Putin secara tiba-tiba berkunjung ke pelabuhan Krimea, Sebastopol, untuk memeriksa pasukan angkatan laut Rusia sebagai bagian dari perayaan yang menandai kemenangan Soviet dari Nazi pada Perang Dunia II.
Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki menggambarkan kunjungan itu "provokatif dan tidak perlu dilakukan."
"Krimea adalah milik Ukraina," tambahnya.
Ia berbicara mengenai semenanjung milik Ukraina di bagian selatan yang dicaplok oleh Moskow setelah dilangsungkannya referendum oleh para pemberontak pro-Rusia pada Maret.
Krisis itu telah melebar ke Ukraina bagian timur dengan Kiev harus berjuang untuk menghalangi terjadinya upaya pemisahan serupa oleh para militan pro-Rusia.
Ketegangan di Ukraina tampaknya akan menjadi pembahasan di sela-sela kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke London pada pekan depan.
Pekan depan, ia dijadwalkan melakukan pertemuan dengan mitra-mitranya untuk membahas masalah Suriah.
Kerry telah melakukan pembicaraan dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov, melalui telepon, Jumat.
Keduanya membahas upaya untuk menurunkan ketegangan di lapangan.
"Apa yang kita tunggu saat ini adalah tindakan nyata," kata Psaki, setelah Rusia mendesak para separatis untuk menghentikan penyelenggaraan referendum baru di kota-kota Ukraina bagian timur, Minggu.
"Jika krisis ini akan berakhir, kita perlu melihat mereka merealisasikan pernyataan-pernyataan mereka," kata Psaki.
"Jadi, kalau mereka serius tentang apa yang mereka katakan, mereka perlu mengatakan kepada para separatis agar meletakkan senjata untuk membebaskan orang-orang yang sedang ditawan."
Ia juga mengutuk kekerasan yang terjadi di kota Ukraina sebelah tenggara, Mariupol, tempat 21 orang tewas dalam pertikaian antara pasukan Ukraina dan para pemberontak pro-Rusia.
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: