Riyadh (ANTARA) - Sebuah robot anjing lincah tampak menyapa orang-orang lewat berbagai gerakan. Ada pula peralatan berbasis realitas virtual (virtual reality/VR) yang membantu perusahaan-perusahaan mendapatkan pelatihan keterampilan berbiaya rendah, serta sebuah aplikasi musik seluler yang dibuat secara real-time melalui analisis data cerdas.

Berbagai cuplikan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kecerdasan Buatan Global (Global Artificial Intelligence Summit/GAIN) edisi ketiga tersebut memberikan sekilas gambaran tentang masa depan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Berlangsung dari Selasa (10/9) hingga Kamis (12/9) di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, KTT tersebut menampilkan berbagai perusahaan AI dari seluruh dunia yang memamerkan pencapaian terbaru mereka, menyoroti kecepatan luar biasa dalam pengembangan AI dan peningkatan prevalensi penerapannya dalam berbagai skenario.

Di stan Luminous XR, perusahaan AI asal Inggris, para staf memandu pengunjung untuk mengikuti pelatihan virtual dan realitas campuran (mixed reality) di sebuah meja yang dilengkapi dengan berbagai peralatan, seperti kunci pas dan tang.

Pengguna tampak mengenakan headset dan mengoperasikan alat di udara untuk berinteraksi dalam pelatihan di berbagai skenario virtual. CEO Luminous XR Ben Bennett mengatakan bahwa sistem tersebut saat ini telah digunakan untuk melatih tenaga kerja lokal perusahaan itu di Arab Saudi.


Di stan Siemens Jerman, sebuah percakapan antara manusia dan mesin sedang berlangsung. "Apakah Anda berfungsi dengan baik saat ini?" tanya seorang teknisi. "Saya baik-baik saja, beroperasi secara normal," jawab mesin berteknologi AI itu.

Namun demikian, perwakilan-perwakilan dari berbagai perusahaan mengatakan kepada Xinhua bahwa sebagian besar perusahaan berfokus terutama di pasar Eropa dan Amerika Utara, yang membuat layanan AI menjadi terlalu jauh untuk dijangkau oleh banyak negara berkembang, terutama negara berkembang yang mengalami kesulitan finansial.

Menurut staf di stan tersebut, sistem interaksi manusia-mesin ini dapat digunakan dengan mesin apa pun yang dilengkapi dengan pengontrol logika terprogram, sehingga pengguna dapat memeriksa status mesin semudah bercakap-cakap, tanpa melakukan operasi fisik atau memasukkan kode.

Selama KTT tersebut, potensi besar dari teknologi AI untuk meningkatkan kehidupan umat manusia pun kian terlihat jelas.



Pada 1 Juli tahun ini, Majelis Umum PBB (UN General Assembly/UNGA) ke-78 mencapai konsensus bersejarah dengan mengadopsi sebuah resolusi yang dipelopori oleh China untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam pengembangan kapasitas AI, dengan lebih dari 140 negara menyatakan setuju.

Menurut Deemah Al-Yahya, selaku sekretaris jenderal Organisasi Kerja Sama Digital yang berbasis di Riyadh, proyek-proyek AI membutuhkan energi dalam jumlah yang signifikan. Penanggulangan kendala energi yang menghambat pengembangan AI ini menimbulkan tantangan bahkan bagi negara-negara maju, apalagi bagi negara-negara miskin yang belum mampu mengamankan pasokan listrik harian mereka, ujar Al-Yahya.

"Lanskap digital yang tidak merata ini mengancam akan menciptakan kesenjangan AI yang kian diperbesar oleh kesenjangan digital yang sudah ada, yang mengarah pada suatu bentuk eksklusi baru... Kita membutuhkan tindakan kooperatif guna memastikan AI menjembatani kesenjangan ini, bukan memperburuknya," tutur Al-Yahya.

"Kita membutuhkan koordinasi global untuk membangun AI yang aman dan inklusif yang dapat diakses oleh semua orang," ujar Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang sebelumnya menyuarakan hal serupa.

Resolusi tersebut menguraikan serangkaian langkah praktis untuk memperkuat kolaborasi internasional, dengan tujuan untuk membantu semua negara, terutama negara berkembang, mendapatkan manfaat yang sama dari pengembangan AI, menjembatani kesenjangan digital, meningkatkan tata kelola AI global, serta mempercepat terwujudnya Agenda Pembangunan Berkelanjutan PBB 2030.

Sebagaimana dikatakan oleh Vilas Dhar, presiden sekaligus komisaris organisasi nirlaba yang berfokus di bidang AI, Patrick J. McGovern Foundation, "Masa depan AI seharusnya menjadi milik seluruh umat manusia."