Jakarta (ANTARA) - Perceraian adalah salah satu peristiwa hukum yang tidak hanya berdampak ke pasangan suami istri, tetapi juga ke diri anak yang ikut merasakan akibatnya.

Salah satu aspek paling sensitif dalam perceraian adalah penentuan hak asuh anak.

Di Indonesia, pengaturan terkait hak asuh anak diatur dalam beberapa undang-undang, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam pasal 105 bagi yang beragama Islam.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan hak asuh anak dalam perceraian.

1. Kepentingan terbaik untuk anak

Aspek utama yang harus diperhatikan dalam menentukan hak asuh anak adalah kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the child).

Hakim atau pengadilan akan menilai berbagai faktor yang berkaitan dengan kesejahteraan fisik, mental, dan emosional anak. Hal ini meliputi kebutuhan kasih sayang, stabilitas kehidupan, serta lingkungan yang mendukung perkembangan anak.

2. Usia anak

Faktor usia sering kali menjadi pertimbangan penting dalam penentuan hak asuh anak.

Menurut Pasal 105 Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, anak yang masih di bawah umur (kurang dari 12 tahun) umumnya akan diasuh oleh ibunya, kecuali terdapat alasan khusus yang membuktikan bahwa ibu tidak dapat memenuhi tugas tersebut dengan baik.

Namun, untuk anak yang sudah lebih dewasa, biasanya diberikan hak untuk memilih dengan siapa mereka akan tinggal.

3. Kondisi orang tua

Pengadilan akan menilai kondisi fisik, psikologis, dan finansial masing-masing orang tua sebelum memberikan hak asuh.

Orang tua yang lebih mampu memberikan lingkungan yang sehat dan stabil bagi anak, baik dari segi emosional maupun material, lebih cenderung memperoleh hak asuh.

Selain itu, kesediaan orang tua untuk mendukung hubungan anak dengan mantan pasangannya juga akan diperhatikan.

4. Keinginan anak

Dalam beberapa kasus, terutama jika anak sudah cukup dewasa, pengadilan akan mempertimbangkan keinginan anak mengenai dengan siapa mereka ingin tinggal.

Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan hakim yang harus menimbang apakah pilihan anak tersebut sesuai dengan kepentingan terbaiknya.

5. Mediasi

Sebelum perkara perceraian diselesaikan melalui pengadilan, biasanya pihak suami dan istri diwajibkan untuk mengikuti proses mediasi.

Dalam proses ini, pasangan didorong untuk mencapai kesepakatan mengenai hak asuh anak. Mediasi memungkinkan keputusan yang lebih fleksibel dan mengurangi konflik yang mungkin timbul akibat keputusan pengadilan yang memihak salah satu pihak.

6. Pengawasan dan hak kunjungan

Hak asuh anak tidak selalu bersifat mutlak. Meskipun salah satu orang tua diberikan hak asuh, orang tua yang tidak mendapatkan hak tersebut tetap memiliki hak kunjungan atau akses terhadap anaknya.

Hak ini bertujuan untuk menjaga hubungan emosional antara anak dan orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh.

Penentuan hak asuh anak dalam perceraian adalah proses yang kompleks dan harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.

Setiap faktor, mulai dari usia anak hingga kondisi orang tua akan diperhitungkan oleh pengadilan demi menjamin kesejahteraan anak. Dalam beberapa kasus, mediasi dapat menjadi jalan tengah untuk mencapai kesepakatan yang lebih damai dan menguntungkan semua pihak.


Baca juga: Jepang ajukan RUU hak asuh bersama bagi pasangan yang bercerai

Baca juga: Kemensos dukung Pemkot Batam penuhi hak sipil anak asuh

Baca juga: Kejagung dorong penerbitan aturan hak asuh anak