Anak Wiji Thukul minta kejujuran soal penculikan
7 Mei 2014 23:00 WIB
Audiensi Komnas HAM Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa yang diwakili (dari kiri) Haris Azhar (KontraS), Hendardi (Setara) dan Poengky Indarti (Imparsial) melakukan audiensi dengan para komisioner Komisi Nasional HAM yang diketuai Hafidz Abbas (kedua kiri) di Jakarta, Rabu (7/5). Komnas HAM diminta untuk memanggil Prabowo Subianto dan Mayjen Purnawirawan Kivlan Zein dalam kasus penghilangan paksa yang terjadi tahun 1997-1998. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Anak Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani, menantang para pihak yang bertanggung jawab untuk jujur soal penculikan para aktivis di kurun waktu 1997-1998.
"Mungkin ada pihak yang membela mantan Danjen Kopassus (Prabowo), bahwa dia tak melakukannya. Tapi ayo berani dong bicara. Katakan bahwa dia siap diadili dan siap bertanggung jawab di depan umum," kata Fitri Nganthi Wani di Jakarta, Rabu.
Harapan bahwa ayahnya masih hidup membuat dia dan ibundanya, Sipon, masih bergerak mencari keadilan demi mengetahui kondisi ayahnya yang hilang menjelang jatuhnya rezim Orde Baru.
"Bapak saya itu cuma menulis buku harian, berupa puisi, atas apa yang terjadi di sekitarnya. Betapa konyolnya bahwa cuma seperti itu, bapak saya dihilangkan," kata Fitri.
Fitri tak menyangkal bahwa ada anggapan ibundanya mengalami tekanan psikologis yang tak stabil hingga sekarang akibat hilangnya sang ayah.
"Bagi kami penting untuk tahu dimana keberadaan bapak. Tak ada yang digantung nasibnya dan disepelekan," katanya.
Menurut Fitri, selama mayat ayahnya tak ada, dan selama belum ada pernyataan siapa pembunuh Wiji Thukul, maka dirinya meyakini ayahnya masih hidup.
Fitri menilai para tokoh yang diduga terkait peristiwa hilangnya aktivis pada 1997-1998, tak pernah berpikir dewasa. Bahkan, selalu arogan, sekaligus pengecut.
"Jangan arogan terus. Mereka harus tegas. Jangan permainkan banyak pihak. Baik keluarga, atau Komnas HAM," jelas Fitri.
"Mungkin ada pihak yang membela mantan Danjen Kopassus (Prabowo), bahwa dia tak melakukannya. Tapi ayo berani dong bicara. Katakan bahwa dia siap diadili dan siap bertanggung jawab di depan umum," kata Fitri Nganthi Wani di Jakarta, Rabu.
Harapan bahwa ayahnya masih hidup membuat dia dan ibundanya, Sipon, masih bergerak mencari keadilan demi mengetahui kondisi ayahnya yang hilang menjelang jatuhnya rezim Orde Baru.
"Bapak saya itu cuma menulis buku harian, berupa puisi, atas apa yang terjadi di sekitarnya. Betapa konyolnya bahwa cuma seperti itu, bapak saya dihilangkan," kata Fitri.
Fitri tak menyangkal bahwa ada anggapan ibundanya mengalami tekanan psikologis yang tak stabil hingga sekarang akibat hilangnya sang ayah.
"Bagi kami penting untuk tahu dimana keberadaan bapak. Tak ada yang digantung nasibnya dan disepelekan," katanya.
Menurut Fitri, selama mayat ayahnya tak ada, dan selama belum ada pernyataan siapa pembunuh Wiji Thukul, maka dirinya meyakini ayahnya masih hidup.
Fitri menilai para tokoh yang diduga terkait peristiwa hilangnya aktivis pada 1997-1998, tak pernah berpikir dewasa. Bahkan, selalu arogan, sekaligus pengecut.
"Jangan arogan terus. Mereka harus tegas. Jangan permainkan banyak pihak. Baik keluarga, atau Komnas HAM," jelas Fitri.
Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: