Banda Aceh (ANTARA) - Sorak sorai penonton nyaris memekakkan telinga di Arena Panjat Tebing, Kompleks Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, ketika para atlet berlaga, terutama atlet-atlet yang sudah moncer namanya.

Ya, di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatra Utara, ada beberapa atlet panjat tebing yang sudah familiar namanya di kalangan penonton, seperti Veddriq Leonardo dari Kalimantan Barat.

Olahraga panjat tebing belakangan ini memang sedang "booming" di masyarakat, apalagi setelah Veddriq sukses menyumbang medali emas di Olimpiade Paris 2024.

Ada pula nama-nama beken lain, seperti Kiromal Katibin dari Jawa Tengah yang akrab disapa Kiki, atau atlet putri dari Bali, Desak Made Rita Kusuma Dewi, dan beberapa lainnya.

Tampilnya para atlet kenamaan itu membuat
setiap kali pergelaran semifinal maupun final cabang olahraga panjat tebing di PON Aceh-Sumut tak pernah sepi dari antusiasme penonton.

Namun, di balik gemerlap euforia arena panjat tebing ada sosok-sosok yang berperan penting menyukseskan jalannya pertandingan, meski keberadaan mereka kerap tak disadari.

Mereka adalah para pembuat jalur panjat tebing atau "route setter" yang setiap saat harus berpikir keras memutar otak untuk membuat jalur pemanjatan di masing-masing nomor pertandingan.

Peran mereka sangat vital. Setiap kali pergantian nomor pertandingan, mereka dengan cermat menyusun "macross", "volume", dan "chip" yang menjadi pijakan tangan dan kaki maupun tumpuan bagi atlet saat memanjat di lintasan.

Di antara 15 orang pembuat jalur panjat tebing di PON Aceh-Sumut itu terselip seorang perempuan.
Namanya Siti Robiah Adawiyah yang ternyata mantan atlet panjat tebing juga.

Obi, begitu perempuan berhijab itu biasa disapa, sudah mengerjakan pembuatan jalur panjat tebing sejak setahun belakangan setelah menyelesaikan kursus pembuat jalur tingkat nasional atau C1.

Sebelumnya, perempuan kelahiran Bogor, 15 juli 1984 itu sudah mendapatkan sertifikasi pembuat jalur C2 atau tingkat provinsi yang ditempuhnya dengan kursus dan magang.

"Yang C1, saya sudah lulus kursus, tapi belum dapat sertifikasi karena belum lulus magang. Karena kalau mau sertifikasi harus magang dulu," ujarnya.

Baca juga: Panjat tebing - Kiromal Katibin langsung ke pelatnas usai PON XXI
Baca juga: Panjat tebing - Widia Fujiyanti ingin buka "climbing gym"


Kreativitas dan imajinasi
Kreativitas dan imajinasi

Pembuatan jalur panjat tebing ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sebab harus memenuhi unsur keindahan dan tingkat kesulitan yang sesuai dengan nomor yang dilombakan.

Tim pembuat jalur panjat tebing dituntut untuk kreatif berimajinasi menciptakan lintasan yang terbagi dalam tiga jenis, yakni "lead" yang menjulang ke atas, "boulder" yang memanjang ke samping, dan 'speed" untuk pemanjatan cepat.

Masing-masing jenis jalur, dijelaskan Obi, memiliki tingkat kesulitan tersendiri, terutama "lead" dan "boulder" yang harus jelas berbeda konsepnya dalam setiap babak pertandingan.

"Kalau satu lintasan 'lead', biasanya butuh tiga orang karena tinggi ya. Dibagi tiga; bagian atas, tengah, dan bawah. Kalau 'boulder' bisa dikerjakan sendiri atau maksimal dua orang untuk satu lintasan," kata Obi yang pernah tiga kali ikut PON itu.

Untuk pembuatan lintasan jalur "lead", diakuinya, memang membutuhkan tingkat kesulitan yang lebih tinggi ketimbang "boulder". Karena harus bergantung menggunakan tali pengaman.

Tak jarang, Obi menggunakan "boom lift", sejenis alat berat yang memudahkannya memasang perangkat pijakan memanjat di sudut "wall" yang sulit terjangkau ketimbang harus bergelantungan.

Mantan atlet panjat tebing spesialis lead tim yang pernah meraih medali perak dan perunggu itu pun kini telah lihai mengancingkan perangkat pijakan memanjat dengan sekrup cacing di "wall".

Untuk waktu pembuatan lintasan jalur "lead" setidaknya membutuhkan waktu lebih dari dua jam, apalagi perlu menyelaraskan imajinasi dan kreasi dengan kemampuan atlet yang bertanding.

Demikian pula dengan lintasan "boulder" yang juga membutuhkan imajinasi dan kreasi. Bahkan, tak jarang harus bongkar pasang sampai benar-benar menemukan jalur yang pas.

"Bedanya, kalau 'boulder' kan bisa pakai tangga karena enggak terlalu tinggi. Kalau untuk (lintasan, red.) speed paling mudah. Di mana-mana speed ya gitu-gitu aja kan," kata istri dari Reka Surya itu.

Selain visualisasi yang mesti bagus, lintasan juga harus dipastikan bisa dipanjat oleh atlet. Karena itu, para pembuat jalur akan mencoba terlebih dulu lintasan yang dibuatnya.

"Memang ada 'grade' tingkat kesulitannya, semakin lama semakin sulit. Paling rendah untuk kelas PON ini ya 7A, sedangkan paling sulit 8C+. Tapi, semua lintasan dipastikan harus bisa dipanjat," tegas Obi.

Baca juga: Desak Rita bidik tiga target setelah tuntaskan lomba dalam PON 2024
Baca juga: Romantisme pasutri pemanjat tebing bersanding di atas podium


Butuh sentuhan perempuan
Butuh sentuhan perempuan

Obi bisa dikatakan masih menjadi satu-satunya perempuan yang menekuni profesi pembuat jalur di Indonesia. Padahal, kehadiran pembuat jalur panjat tebing dari kalangan perempuan ternyata sangat dibutuhkan.

Olahraga panjat tebing tidak hanya mempertandingkan nomor untuk putra, melainkan juga putri sehingga sentuhan perempuan untuk pembuatan jalur sangat diperlukan.

Seperti diungkapkan Andi Saputro selaku Koordinator Biro Juri dan Jalur Federasi Panjat Tebing (FPTI) yang mengakui bahwa pembuat jalur panjat tebing memang profesi yang cenderung lebih lekat dengan kaum Adam.

"Dalam tuntutan kompetisi, kami memerlukan pembuat jalur (panjat tebing, red.) perempuan untuk merepresentasikan jalur yang dipanjat untuk kategori putri," katanya.

Dalam membuat jalur panjat tebing, tim tentu harus mencoba terlebih dulu jalur yang dibuatnya sehingga jika jalur untuk nomor atlet putri akan lebih cocok dicoba perempuan ketimbang laki-laki.

"Kadang ada satu masa ketika (harus, red.) nyoba membuat jalur perempuan. Dengan hadirnya perempuan (sebagai pembuat jalur, red.) jadi sesuai," ungkapnya.

Hanya saja, diakui Andi bahwa hampir tidak ada perempuan yang tertarik menjadi pembuat jalur panjat tebing, di samping karena persyaratannya juga sangat ketat.

Sepengetahuannya, Obi adalah satu-satunya perempuan pembuat jalur panjat tebing yang telah mengikuti kursus C1 atau tingkat nasional, dan belum ada perempuan lain yang menyamainya.

Meski baru setahun, pengalaman Obi juga sudah banyak dalam membuat jalur panjat tebing, seperti saat kompetisi Kejurda Junior di Jabar 2023,
Kejuaraan Panjat Tebing Piala Gubernur Jawa Barat 2023, Kejurnas kelompok umur di Bogor pada 2024.

Persis terakhir sebelum PON XXI, Obi dipercaya sebagai tim pembuatan jalur panjat tebing pada ajang ASEAN University Games 2024 di Surabaya Jatim.

Dengan sudah adanya Obi sebagai pembuat jalur panjat tebing profesional, Andi berharap bisa merangsang atau memotivasi mantan-mantan atlet, khususnya putri untuk menjadi "route setter".

Di luar mantan atlet, FPTI juga membuka kesempatan bagi perempuan non-atlet untuk menjadi pembuat jalur panjat tebing, tetapi harus sudah mengantongi grade pemanjatan minimal di tingkat 7B. Siapa berminat?


Baca juga: 11 atlet panjat tebing bersiap ke Seoul usai PON Aceh-Sumut
Baca juga: Panjat tebing - Jatim masih teratas dengan tiga emas