Predator seksual bisa menjelma di mana saja
7 Mei 2014 11:41 WIB
Sejumlah tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak saat di periksa di Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Polres Kediri, Jawa Timur. Belum selesai kasus fedofil di Jakarta International School, ada kasus Emon yang menelan korban sekitar 110 anak. (FOTO ANTARA/Rudi Mulya)
Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - "Masyarakat sebaiknya mewaspadai keberadaan predator seksual yang bisa menjelma di mana saja dan menjadi siapa saja," kata pengamat dari Universitas Islam Riau, Syahrul Akmal Latif.
"Ada beberapa faktor penyebab kejahatan seksual terhadap anak itu menjadi menggila di berbagai wilayah tanah air. Pertama adalah inflasi media porno yang tidak terkontrol, bahkan hingga beredar dengan mudah ke jejaring sosial yang kian digemari berbagai kalangan," kata Latif, di Pekanbaru, Rabu siang.
Laporan Norton Cybercrime Report bahkan menyatakan, pada 2013 ada sebanyak 1,5 miliar jiwa anak berbagai negara di dunia menjadi korban media sosial bahkan ada yang melakukan tindak kejahatan karenanya.
Jika harus dibagi, setiap harinya ada 1,5 juta anak di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi korban jejaringan sosial (dunia maya) atau 18 anak perdetik.
"Tahun ini bisa dimungkinkan meningkat jumlahnya karena teknologi dunia maya yang terus berkembang begitu pesat tanpa diimbangi dengan kontrol yang baik," kata dia.
Faktor lainnya menurut dia adalah kelalaian terhadap masa depan anak, baik itu sebagai orang tua, pendidik atau guru, serta sebagai lembaga pemerhati sosial yang kini tidak pernah peduli dengan dunia anak-anak.
"Saat kasus Jakarta International School di Jakarta jadi perbincangan di berbagai media, baru kemudian merekapun berteriak menyuarakan permusuhan terhadap predator seksual yang terus menggila," katanya.
Bagaimana Emon menggarap puluhan bocah ingusan diusiannya yang tergolong produktif? "Itulah tanda predator seks begitu leluasa memangsa para korbannya," lanjut kata dia.
Hanya dengan seorang Simon, sekitar 95 bocah tak berdosa menjadi korban. "Dan mereka itu dikhawatirkan akan menjadi Simon-simon masa depan," katanya lagi.
Itu seperti kisah tiga kakak beradik berumur belasan tahun di Pekanbaru yang menjadi peranakan predator. Mereka telah menelan lebih enam korban balita, lagi kata Latif.
"Ada beberapa faktor penyebab kejahatan seksual terhadap anak itu menjadi menggila di berbagai wilayah tanah air. Pertama adalah inflasi media porno yang tidak terkontrol, bahkan hingga beredar dengan mudah ke jejaring sosial yang kian digemari berbagai kalangan," kata Latif, di Pekanbaru, Rabu siang.
Laporan Norton Cybercrime Report bahkan menyatakan, pada 2013 ada sebanyak 1,5 miliar jiwa anak berbagai negara di dunia menjadi korban media sosial bahkan ada yang melakukan tindak kejahatan karenanya.
Jika harus dibagi, setiap harinya ada 1,5 juta anak di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi korban jejaringan sosial (dunia maya) atau 18 anak perdetik.
"Tahun ini bisa dimungkinkan meningkat jumlahnya karena teknologi dunia maya yang terus berkembang begitu pesat tanpa diimbangi dengan kontrol yang baik," kata dia.
Faktor lainnya menurut dia adalah kelalaian terhadap masa depan anak, baik itu sebagai orang tua, pendidik atau guru, serta sebagai lembaga pemerhati sosial yang kini tidak pernah peduli dengan dunia anak-anak.
"Saat kasus Jakarta International School di Jakarta jadi perbincangan di berbagai media, baru kemudian merekapun berteriak menyuarakan permusuhan terhadap predator seksual yang terus menggila," katanya.
Bagaimana Emon menggarap puluhan bocah ingusan diusiannya yang tergolong produktif? "Itulah tanda predator seks begitu leluasa memangsa para korbannya," lanjut kata dia.
Hanya dengan seorang Simon, sekitar 95 bocah tak berdosa menjadi korban. "Dan mereka itu dikhawatirkan akan menjadi Simon-simon masa depan," katanya lagi.
Itu seperti kisah tiga kakak beradik berumur belasan tahun di Pekanbaru yang menjadi peranakan predator. Mereka telah menelan lebih enam korban balita, lagi kata Latif.
Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014
Tags: