Jakarta (ANTARA) - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Annisa Alfath menegaskan partai politik tidak bisa sembarangan meminta agar caleg terpilih tidak dilantik hanya berdasarkan keputusan internal partai saja.

"Secara prinsip, anggota legislatif yang terpilih adalah representasi dari pilihan rakyat dalam pemilu. Hak rakyat ini tidak boleh diabaikan oleh partai politik," kata Annisa saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.

Baca juga: KPU benarkan terima surat beberapa partai ganti caleg terpilih

Baca juga: 19 caleg terpilih mundur karena maju Pilkada Serentak 2024


Menurut dia, pergantian hanya bisa dilakukan dalam situasi yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Bahkan, lanjut Annisa, jika ada permintaan dari partai, caleg terpilih masih memiliki hak untuk memperjuangkan posisinya.

Menurut Annisa, partai memang memiliki kewenangan untuk mendisiplinkan kadernya. Misalnya, jika ada pelanggaran disiplin partai yang sangat serius, partai dapat memberikan sanksi.

"Tetapi, untuk mengganti atau meminta agar caleg terpilih tidak dilantik, harus ada alasan yang sah sesuai dengan undang-undang," ujarnya.

Annisa mengungkapkan ada beberapa alasan yang sah di mana calon anggota legislatif yang sudah terpilih bisa diminta untuk tidak dilantik. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan aturan KPU.

Pertama, salah satu alasan yang paling umum adalah jika caleg terpilih mencalonkan diri untuk posisi eksekutif (misalnya sebagai kepala daerah).

Dalam hal ini, kata Annisa, caleg tersebut harus mengundurkan diri dari jabatan yang seharusnya akan dilantik. KPU sudah mengatur bahwa seseorang tidak bisa menduduki jabatan eksekutif dan legislatif secara bersamaan.

Kedua, pengunduran diri atas permintaan sendiri. Caleg terpilih dapat mengundurkan diri secara sukarela karena berbagai alasan, seperti alasan pribadi, kesehatan, atau keputusan lain yang tidak terkait dengan partai.

Ketiga, putusan pengadilan. Apabila caleg terlibat dalam kasus hukum dan ada putusan pengadilan yang inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka dia bisa dilarang dilantik sebagai anggota DPR/DPRD.

Keempat, meninggal dunia. Apabila caleg terpilih meninggal dunia sebelum dilantik, maka partai dapat menggantinya dengan caleg lain dari partai yang sama.

Pada kenyataannya, kata Annisa, banyak praktik pragmatis untuk melakukan PAW, ada negosiasi antara caleg terpilih dan elite partai yang menjadi kesepakatan untuk mempermainkan kursi tersebut.

"Ini sangat disayangkan karena keterpilihan dewan perwakilan rakyat akhirnya jadi tidak substansial," ujar dia.

Sebelumnya, Rabu (11/9), Anggota KPU RI Idham Holik membenarkan bahwa pihaknya menerima surat dari beberapa partai politik untuk mengganti calon anggota legislatif (caleg) terpilih.

"Berkenaan dengan hal tersebut memang kami menerima beberapa surat dari pimpinan partai politik," kata Idham saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

KPU pun akan melakukan kajian terhadap surat tersebut.Apabila memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, KPU akan melakukan klarifikasi baik terhadap partai politik yang mengajukan surat tersebut ataupun caleg terpilih yang digantikan atau diberhentikan tersebut.

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 yang menjelaskan apabila anggota partai politik yang diberhentikan melakukan gugatan ke pengadilan negeri, maka KPU harus menunggu selesainya pembacaan putusan gugatan tersebut.